Jakarta: Pinangki Sirna Malasari telah diberhentikan dengan tidak hormat oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan jaksa. Kejagung memastikan tidak ada lagi fasilitas negara melekat pada terpidana kasus suap itu.
"Untuk fasilitas-fasilitas negara yang ada pada Pinangki tidak dipegang oleh Pinangki lagi, sudah ditarik dari Pinangki," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam konferensi pers, Jumat, 6 Agustus 2021.
Leonard tidak membeberkan apa saja fasilitas negara yang ditarik dari Pinangki. Namun, dia memastikan Pinangki tidak pernah mendapat fasilitas kendaraan dinas meski sebagai pejabat eselon IV.
"Untuk kendaraan dinas enggak ada. Namun seperti biasa hal operasional betul, peralatan-peralatan operasional kedinasan tetap melekat ada di kantor pada saat di mana posisi Pinangki terakhir," ujar Leonard.
Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Kejagung itu diberhentikan dengan tidak hormat setelah vonis atas kasus suap, pemufakatan jahat, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Baca: Kejagung: Pinangki Sudah Tidak Digaji Sejak September 2020
Putusan inkrah itu mengacu pada vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 10/Pid.Sus/2021/PT.DKI pada 14 Juni 2021 yang memangkas hukuman Pinangki menjadi empat tahun penjara. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhi Pinangki hukuman penjara 10 tahun.
Pinangki terbukti bersalah menerima suap dari terpidana kasus hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra. Saat itu, Djoko masih berstatus buronan.
Suap sebesar US$500 ribu diberikan untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejagung agar Djoko bisa kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi dua tahun berdasarkan puusan Peninjauan Kembali pada 11 Juni 2009. Pinangki juga turut menyusun rencana aksi (action plan) terkait pelaksanaan permohonan fatwa MA melalui Kejagung.
Selain itu, Pinangki terbukti melakukan pencucian uang dengan cara menukarkannya ke dalam rupiah, membeli satu unit mobil BMW X5, pembayaran sewa apartemen dan dokter kecantikan di Amerika Serikat, pembayaran kartu kredit, maupun membayar sewa dua apartemen di Jakarta.
Jakarta:
Pinangki Sirna Malasari telah diberhentikan dengan tidak hormat oleh
Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan jaksa. Kejagung memastikan tidak ada lagi fasilitas negara melekat pada terpidana
kasus suap itu.
"Untuk fasilitas-fasilitas negara yang ada pada Pinangki tidak dipegang oleh Pinangki lagi, sudah ditarik dari Pinangki," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam konferensi pers, Jumat, 6 Agustus 2021.
Leonard tidak membeberkan apa saja fasilitas negara yang ditarik dari Pinangki. Namun, dia memastikan Pinangki tidak pernah mendapat fasilitas kendaraan dinas meski sebagai pejabat eselon IV.
"Untuk kendaraan dinas enggak ada. Namun seperti biasa hal operasional betul, peralatan-peralatan operasional kedinasan tetap melekat ada di kantor pada saat di mana posisi Pinangki terakhir," ujar Leonard.
Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Kejagung itu diberhentikan dengan tidak hormat setelah vonis atas kasus suap, pemufakatan jahat, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Baca: Kejagung: Pinangki Sudah Tidak Digaji Sejak September 2020
Putusan inkrah itu mengacu pada vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 10/Pid.Sus/2021/PT.DKI pada 14 Juni 2021 yang memangkas hukuman Pinangki menjadi empat tahun penjara. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhi Pinangki hukuman penjara 10 tahun.
Pinangki terbukti bersalah menerima suap dari terpidana kasus hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra. Saat itu, Djoko masih berstatus buronan.
Suap sebesar US$500 ribu diberikan untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejagung agar Djoko bisa kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi dua tahun berdasarkan puusan Peninjauan Kembali pada 11 Juni 2009. Pinangki juga turut menyusun rencana aksi (
action plan) terkait pelaksanaan permohonan fatwa MA melalui Kejagung.
Selain itu, Pinangki terbukti melakukan pencucian uang dengan cara menukarkannya ke dalam rupiah, membeli satu unit mobil BMW X5, pembayaran sewa apartemen dan dokter kecantikan di Amerika Serikat, pembayaran kartu kredit, maupun membayar sewa dua apartemen di Jakarta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)