medcom.id, Jakarta: Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus surat palsu dan menggunakan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang yang menyeret Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang telah dikeluarkan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.
"Ini sudah ada SPDP, diduga dilakukan siapa bisa dilihat sendiri. Jadi SPDP sudah diserahkan kepada Kuningan (KPK) juga. Jadi mereka sudah tahu," kata kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, di Bareskrim Polri, KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu 8 November 2017.
SPDP kasus tersebut dikeluarkan berdasarkan Laporan Polisi LP 1028/X/2017/bareskrim 9 Oktober dengan terlapor Saut Situmorang dan Agus Rahardjo.
"Kini sekarang status sudah penyidikan dengan diduga dilakukan oleh Saut dan Agus Rahardjo," ujar dia.
Fredrich berharap agar pemberkasan kasus tak memakan waktu lama dan bisa segera dilimpahkan ke Kejaksaan. Selanjutnya berkas diharapkan naik ke pengadilan untuk disidangkan.
"Saya sudah mengatakan bisa membuktikan ada pelanggaran atau tindak pidana yang dilakukan oleh oknum-oknum KPK dan saya sekarang buktikan dan ternyata betul," ujar dia.
Baca juga: KPK tak Gentar Hadapi Pelaporan Agus dan Saut ke Polisi
Dalam perkara itu, Fredrich menyebut Agus dan Saut diperkarakan Pasal 263 dengan Pasal 421 kemudian juncto Pasal 23. "Dimana membuat surat keterangan seolah-olah benar, penyalahgunaan kekuasaan dan menjalankan tugas tipikor melanggar Pasal 421. Ancaman hukum enam tahun," jelas dia.
Sebelumnya, Fredrich Yunadi selaku kuasa hukum Setya Novanto mengancam bakal mengambil langkah hukum jika KPK nekat mengeluarkan sprindik baru untuk kliennya. Dia akan melaporkan lembaga pimpinan Agus Rahardjo cs ke polisi bila kembali menetapkan kliennya sebagai tersangka korupsi proyek pengadaan KTP-el.
Fredrich menilai status Novanto dalam kasus mega proyek itu sudah bebas setelah Hakim Tunggal Praperadilan Cepi Iskandar memutuskan menggugurkan status kliennya dari tersangka korupsi KTP-el. Keputusan Hakim Cepi tidak bisa diganggu gugat.
Bahkan, Fredrich menganggap penetapan kembali sebagai tersangka jelas melanggar Pasal 216 KUHP. Pasal itu menyatakan tidak boleh ada pihak yang menghalang-halangi putusan sesuai ketentuan undang-undang. KPK bisa dijerat Pasal 220 KUHP karena telah mengadukan suatu tindak pidana yang sebenarnya tidak dilakukan.
medcom.id, Jakarta: Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus surat palsu dan menggunakan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang yang menyeret Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang telah dikeluarkan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.
"Ini sudah ada SPDP, diduga dilakukan siapa bisa dilihat sendiri. Jadi SPDP sudah diserahkan kepada Kuningan (KPK) juga. Jadi mereka sudah tahu," kata kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, di Bareskrim Polri, KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu 8 November 2017.
SPDP kasus tersebut dikeluarkan berdasarkan Laporan Polisi LP 1028/X/2017/bareskrim 9 Oktober dengan terlapor Saut Situmorang dan Agus Rahardjo.
"Kini sekarang status sudah penyidikan dengan diduga dilakukan oleh Saut dan Agus Rahardjo," ujar dia.
Fredrich berharap agar pemberkasan kasus tak memakan waktu lama dan bisa segera dilimpahkan ke Kejaksaan. Selanjutnya berkas diharapkan naik ke pengadilan untuk disidangkan.
"Saya sudah mengatakan bisa membuktikan ada pelanggaran atau tindak pidana yang dilakukan oleh oknum-oknum KPK dan saya sekarang buktikan dan ternyata betul," ujar dia.
Baca juga: KPK tak Gentar Hadapi Pelaporan Agus dan Saut ke Polisi
Dalam perkara itu, Fredrich menyebut Agus dan Saut diperkarakan Pasal 263 dengan Pasal 421 kemudian juncto Pasal 23. "Dimana membuat surat keterangan seolah-olah benar, penyalahgunaan kekuasaan dan menjalankan tugas tipikor melanggar Pasal 421. Ancaman hukum enam tahun," jelas dia.
Sebelumnya, Fredrich Yunadi selaku kuasa hukum Setya Novanto mengancam bakal mengambil langkah hukum jika KPK nekat mengeluarkan sprindik baru untuk kliennya. Dia akan melaporkan lembaga pimpinan Agus Rahardjo cs ke polisi bila kembali menetapkan kliennya sebagai tersangka korupsi proyek pengadaan KTP-el.
Fredrich menilai status Novanto dalam kasus mega proyek itu sudah bebas setelah Hakim Tunggal Praperadilan Cepi Iskandar memutuskan menggugurkan status kliennya dari tersangka korupsi KTP-el. Keputusan Hakim Cepi tidak bisa diganggu gugat.
Bahkan, Fredrich menganggap penetapan kembali sebagai tersangka jelas melanggar Pasal 216 KUHP. Pasal itu menyatakan tidak boleh ada pihak yang menghalang-halangi putusan sesuai ketentuan undang-undang. KPK bisa dijerat Pasal 220 KUHP karena telah mengadukan suatu tindak pidana yang sebenarnya tidak dilakukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CIT)