medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut jenis Agusta Westland (AW) 101. Lembaga antirasuah menelusuri peran PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pihak swasta dalam kasus tersebut.
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK akan menyelidiki hubungan PT Diratama Jaya Mandiri dengan pihak militer dan sipil. KPK juga akan mencari tahu siapa yang berperan sebagai perantara.
"Apakah perannya personal atau ada peran lain yang saling terkait antara sipil dan militer atau pihak perantara dan pihak lain, tentu kita pelajari. Masih penyelidikan," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa 30 Mei 2017.
Febri belum mau berbicara banyak soal kasus yang melibatkan tiga anggota TNI Angkatan Udara itu. Hal itu lantaran proses penyelidikan masih berlangsung.
Hal itu berbeda dengan Markas Besar TNI yang telah menetapkan tiga prajuritnya sebagai tersangka. Mereka adalah Marsekal Muda FA sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan barang dan jasa; Letkol BW sebagai pemegang kas; dan Pelda SS sebagai staf pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, pihaknya telah memiliki bukti untuk menjerat mereka. TNI juga telah memeriksa 13 saksi. Enam orang dari pihak militer dan tujuh lainnya dari sipil.
Penetapan ketiga tersangka ini merupakan hasil penyidikan gabungan antara POM TNI, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan KPK. Penyidikan telah dilakukan sejak tiga bulan terakhir.
Dari hasil penyidikan, ditemukan potensi kerugian negara Rp220 miliar. Sementara itu, pengadaan helikopter disebut menelan biaya Rp738 miliar.
Baca: 3 Prajurit TNI Tersangka Korupsi Helikopter AW 101
Barang bukti yang disita antara lain uang Rp139 miliar dari rekening BRI atas nama PT Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang. Perusahaan ini diketahui sudah menekan kontrak dengan Mabes TNI AU dengan nomor kontrak KJP/3000/1192/DA/RM/2016/AU tertanggal 29 Juli 2016.
Pembelian Helikopter AW 101 memang menjadi polemik. Presiden Joko Widodo sempat menolak pembeliaan heli untuk VVIP ini pada Desember 2015. Marsekal Agus Supriatna yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf TNI AU menyebut pembelian helikopter tetap dilakukan sesuai kebutuhan. Dia bilang, pesawat digunakan untuk mengangkut pasukan dan SAR tempur.
Belakangan, Panglima TNI Gatot Nurmantyo membatalkan pembelian itu. Dia pun sudah berkirim surat pembatalan ke pihak kontraktor.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/yKX8AXDK" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut jenis Agusta Westland (AW) 101. Lembaga antirasuah menelusuri peran PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pihak swasta dalam kasus tersebut.
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK akan menyelidiki hubungan PT Diratama Jaya Mandiri dengan pihak militer dan sipil. KPK juga akan mencari tahu siapa yang berperan sebagai perantara.
"Apakah perannya personal atau ada peran lain yang saling terkait antara sipil dan militer atau pihak perantara dan pihak lain, tentu kita pelajari. Masih penyelidikan," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa 30 Mei 2017.
Febri belum mau berbicara banyak soal kasus yang melibatkan tiga anggota TNI Angkatan Udara itu. Hal itu lantaran proses penyelidikan masih berlangsung.
Hal itu berbeda dengan Markas Besar TNI yang telah menetapkan tiga prajuritnya sebagai tersangka. Mereka adalah Marsekal Muda FA sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan barang dan jasa; Letkol BW sebagai pemegang kas; dan Pelda SS sebagai staf pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, pihaknya telah memiliki bukti untuk menjerat mereka. TNI juga telah memeriksa 13 saksi. Enam orang dari pihak militer dan tujuh lainnya dari sipil.
Penetapan ketiga tersangka ini merupakan hasil penyidikan gabungan antara POM TNI, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan KPK. Penyidikan telah dilakukan sejak tiga bulan terakhir.
Dari hasil penyidikan, ditemukan potensi kerugian negara Rp220 miliar. Sementara itu, pengadaan helikopter disebut menelan biaya Rp738 miliar.
Baca: 3 Prajurit TNI Tersangka Korupsi Helikopter AW 101
Barang bukti yang disita antara lain uang Rp139 miliar dari rekening BRI atas nama PT Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang. Perusahaan ini diketahui sudah menekan kontrak dengan Mabes TNI AU dengan nomor kontrak KJP/3000/1192/DA/RM/2016/AU tertanggal 29 Juli 2016.
Pembelian Helikopter AW 101 memang menjadi polemik. Presiden Joko Widodo sempat menolak pembeliaan heli untuk VVIP ini pada Desember 2015. Marsekal Agus Supriatna yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf TNI AU menyebut pembelian helikopter tetap dilakukan sesuai kebutuhan. Dia bilang, pesawat digunakan untuk mengangkut pasukan dan SAR tempur.
Belakangan, Panglima TNI Gatot Nurmantyo membatalkan pembelian itu. Dia pun sudah berkirim surat pembatalan ke pihak kontraktor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)