Jakarta: Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, tak memungkiri koordinasi antarpenegak tidak berjalan optimal dalam upaya pemberantasan korupsi. Penegak hukum mestinya bergandengan tangan memberantas korupsi.
Hal tersebut merespons pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, yang menyebut penegak hukum di Indonesia belum sejalan dalam penanganan kasus rasuah. Tiap penegak hukum dinilai memiliki jalur sendiri.
"Fungsi koordinasi dalam pemberantasan korupsi tidak berjalan," kata Fickar saat dihubungi Medcom.id, Minggu, 17 Oktober 2021.
Menurut Fickar, perbedaan gaya dan kecepatan bertindak antara KPK dan penegak hukum lain, seperti Polri serta Kejaksaan sebuah realitas yang cukup lama hadir. Ada kesan terjadi rivalitas di antara para penegak hukum.
Fickar menilai kondisi itu disebabkan sistem. KPK sebagai penegak hukum didirikan untuk sistem yang berbeda dari penegak hukum lain.
"KPK didirikan sebagai upaya khusus menangani tindak pidana korupsi dengan sistem yang lebih progresif, termasuk memangkas 'hambatan birokratis' dalam pemberantasan korupsi," ujar Fickar.
Baca: Penegak Hukum Belum Sejalan Menangani Korupsi Disebut Penyakit Lama
KPK, kata Fickar, mestinya mampu mengambil langkah tegas ketika menemukan oknum penegak hukum yang terseret kasus korupsi. Bahkan, oknum yang sengaja menyabotase kerja pemberantasan korupsi.
"Seharusnya KPK gerak cepat menyikatnya dan mengajukannya ke pengadilan," ucap Fickar.
Jakarta: Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, tak memungkiri koordinasi antarpenegak tidak berjalan optimal dalam upaya
pemberantasan korupsi. Penegak hukum mestinya bergandengan tangan memberantas
korupsi.
Hal tersebut merespons pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, yang menyebut penegak hukum di Indonesia belum sejalan dalam penanganan kasus rasuah. Tiap penegak hukum dinilai memiliki jalur sendiri.
"Fungsi koordinasi dalam pemberantasan korupsi tidak berjalan," kata Fickar saat dihubungi
Medcom.id, Minggu, 17 Oktober 2021.
Menurut Fickar, perbedaan gaya dan kecepatan bertindak antara
KPK dan penegak hukum lain, seperti Polri serta Kejaksaan sebuah realitas yang cukup lama hadir. Ada kesan terjadi rivalitas di antara para penegak hukum.
Fickar menilai kondisi itu disebabkan sistem. KPK sebagai penegak hukum didirikan untuk sistem yang berbeda dari penegak hukum lain.
"KPK didirikan sebagai upaya khusus menangani tindak pidana korupsi dengan sistem yang lebih progresif, termasuk memangkas 'hambatan birokratis' dalam pemberantasan korupsi," ujar Fickar.
Baca:
Penegak Hukum Belum Sejalan Menangani Korupsi Disebut Penyakit Lama
KPK, kata Fickar, mestinya mampu mengambil langkah tegas ketika menemukan oknum penegak hukum yang terseret kasus korupsi. Bahkan, oknum yang sengaja menyabotase kerja pemberantasan korupsi.
"Seharusnya KPK gerak cepat menyikatnya dan mengajukannya ke pengadilan," ucap Fickar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)