Jakarta: Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkap jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI) mendanai pelatihan fisik dan bela diri anggotanya. Latihan dilakukan di perguruan bela diri formal.
"Untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk membekali kader-kadernya dengan kemampuan untuk melawan petugas," kata Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar kepada wartawan, Jumat, 26 November 2021.
Aswin menuturkan hal itu diketahui dari temuan aliran dana ke sebuah kelompok yang disebut 'sasana'. Kelompok itu bagian dari afiliasi dari JI.
Baca: Densus 88 Belum Temukan Bukti Pendanaan Rp70 Miliar JI
Pelatihan bela diri tersebut dinilai sulit dibedakan dengan tempat pelatihan lain yang lazim berada di masyarakat. Densus 88 memerlukan waktu mendalami sistem pendanaan keperluan jaringan JI.
"Kan susah kita bedakan dengan perguruan-perguruan kaya pencak silat yang ada di masyarakat gitu, tapi aliran dananya ada yang ke sana," ujar Aswin.
Namun, Densus 88 baru mendeteksi aliran dana dari kelompok JI ke sebuah bengkel. Fasilitas tersebut diminta membuat persenjataan. Berbagai duplikat senjata dibuat untuk melengkapi amunisi kelompok radikal tersebut.
"Bengkel tersebut memang menerima dana yang dipakai untuk membuat duplikat-duplikat atau rakitan-rakitan bagian dari senjata api gitu," ucap Aswin.
Densus 88 menangkap tiga terduga teroris yang merupakan ustaz, yakni Farid Okbah, Ahmad Zain An-Najah, dan Anung Al Hamat, di kediaman masing-masing Kecamatan Pondok Melati, Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa dini hari, 16 November 2021. Ketiganya diduga kuat terlibat dengan JI.
Ahmad Zain dan Farid Okbah disebut Ketua dan Anggota Dewan Syariah Lembaga Amil Zakat Baitul Mal Abdurrahman bin Auf (LAZ BM ABA). Sedangkan, Anung merupakan pendiri Perisai Nusantara Esa. Yakni badan yang dibuat untuk perbantuan hukum terhadap anggota JI yang tertangkap.
Para tersangka dijerat Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pendanaan Terorisme dengan ancaman 15 tahun penjara.
Jakarta: Detasemen Khusus
(Densus) 88 Antiteror Polri mengungkap jaringan teroris
Jamaah Islamiyah (JI) mendanai pelatihan fisik dan bela diri anggotanya. Latihan dilakukan di perguruan bela diri formal.
"Untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk membekali kader-kadernya dengan kemampuan untuk melawan petugas," kata Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar kepada wartawan, Jumat, 26 November 2021.
Aswin menuturkan hal itu diketahui dari temuan aliran dana ke sebuah kelompok yang disebut 'sasana'. Kelompok itu bagian dari afiliasi dari JI.
Baca:
Densus 88 Belum Temukan Bukti Pendanaan Rp70 Miliar JI
Pelatihan bela diri tersebut dinilai sulit dibedakan dengan tempat pelatihan lain yang lazim berada di masyarakat. Densus 88 memerlukan waktu mendalami sistem pendanaan keperluan jaringan JI.
"Kan susah kita bedakan dengan perguruan-perguruan kaya pencak silat yang ada di masyarakat gitu, tapi aliran dananya ada yang ke sana," ujar Aswin.
Namun, Densus 88 baru mendeteksi aliran dana dari kelompok JI ke sebuah bengkel. Fasilitas tersebut diminta membuat persenjataan. Berbagai duplikat senjata dibuat untuk melengkapi amunisi kelompok radikal tersebut.
"Bengkel tersebut memang menerima dana yang dipakai untuk membuat duplikat-duplikat atau rakitan-rakitan bagian dari senjata api gitu," ucap Aswin.
Densus 88 menangkap tiga terduga
teroris yang merupakan ustaz, yakni Farid Okbah, Ahmad Zain An-Najah, dan Anung Al Hamat, di kediaman masing-masing Kecamatan Pondok Melati, Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa dini hari, 16 November 2021. Ketiganya diduga kuat terlibat dengan JI.
Ahmad Zain dan Farid Okbah disebut Ketua dan Anggota Dewan Syariah Lembaga Amil Zakat Baitul Mal Abdurrahman bin Auf (LAZ BM ABA). Sedangkan, Anung merupakan pendiri Perisai Nusantara Esa. Yakni badan yang dibuat untuk perbantuan hukum terhadap anggota JI yang tertangkap.
Para tersangka dijerat Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pendanaan Terorisme dengan ancaman 15 tahun penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)