Jakarta: Sistem proporsional terbuka di Undang-Undanf (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan agar pemilu kembali menggunakan sistem proporsional tertutup itu dinilai bakal ditolak majelis hakim MK.
"JR (judicial review) tentang sistem proporsional terbuka tampaknya sulit berhasil.," kata Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro saat dihubungi, Minggu, 15 Januari 2023.
Ada beberapa alasan gugatan sistem proporsional tidak akan berhasil. Di antaranya, mendapat dukungan dari publik dan politik.
"Pengalaman empirik menunjukkan bahwa JR bisa dikabulkan ketika pressure tersebut sangat besar baik dari publik luas maupun dukungan kekuatan politik," ungkap dia.
Menurut Siti, publik melalui akademisi menolak sistem proporsional tertutup. Tak hanya itu, partai politik juga menolak penerapan sistem proporsional tertutup.
Saat ini, delapan dari sembilan partai di DPR sudah menyatakan sikap tetap menggunakan sistem proporsional terbuka pada penyelenggaraan pemilu. Hanya PDI Perjuangan yang mendukung sistem proporsional tertutup diterapkan.
"Bila mayoritas parpol menolak, maka ini akan bisa menimbilkan silang sengkarut," sebut dia.
Selain itu, Siti menyampaikan idealnya perubahan sistem pesta demokrasi dilakukan setelah Pemilu 2024 dilakukan. Pembuat kebijakan harus bisa membenahi penyelenggaraan demokrasi dengan mempertimbangkan dampak-dampak negatif yang dihasilkan.
"Sehingga akan mengurangi praktik-praktik yg sifatnya distortif. Apalagi sistem proporsional tertutup yang terbukti juga banyak sisi negatifnya," ujar dia.
Jakarta: Sistem proporsional terbuka di Undang-Undanf (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu digugat ke Mahkamah Konstitusi (
MK). Gugatan agar pemilu kembali menggunakan
sistem proporsional tertutup itu dinilai bakal ditolak majelis hakim MK.
"JR (
judicial review) tentang sistem proporsional terbuka tampaknya sulit berhasil.," kata Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro saat dihubungi, Minggu, 15 Januari 2023.
Ada beberapa alasan gugatan sistem proporsional tidak akan berhasil. Di antaranya, mendapat dukungan dari publik dan politik.
"Pengalaman empirik menunjukkan bahwa JR bisa dikabulkan ketika pressure tersebut sangat besar baik dari publik luas maupun dukungan kekuatan politik," ungkap dia.
Menurut Siti, publik melalui akademisi menolak sistem proporsional tertutup. Tak hanya itu, partai politik juga menolak penerapan sistem proporsional tertutup.
Saat ini, delapan dari sembilan partai di DPR sudah menyatakan sikap tetap menggunakan sistem proporsional terbuka pada penyelenggaraan
pemilu. Hanya PDI Perjuangan yang mendukung sistem proporsional tertutup diterapkan.
"Bila mayoritas parpol menolak, maka ini akan bisa menimbilkan silang sengkarut," sebut dia.
Selain itu, Siti menyampaikan idealnya perubahan sistem pesta demokrasi dilakukan setelah Pemilu 2024 dilakukan. Pembuat kebijakan harus bisa membenahi penyelenggaraan demokrasi dengan mempertimbangkan dampak-dampak negatif yang dihasilkan.
"Sehingga akan mengurangi praktik-praktik yg sifatnya distortif. Apalagi sistem proporsional tertutup yang terbukti juga banyak sisi negatifnya," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)