Jakarta: Polri memastikan akan membuka kembali kasus pemerkosaan pegawai Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM). Surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus itu dipastikan batal.
"Rekomendasi rapat sudah diputuskan demikian (dibuka kembali kasusnya)," kata Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto saat dikonfirmasi, Selasa, 22 November 2022.
Agus mengatakan kasus ditangani Polda Jawa Barat (Jabar). Sesuai tempat kejadian pemerkosaan itu.
"Polda Jabar akan menindaklanjuti dengan gelar untuk membuka kembali kasus tersebut," ujar jenderal bintang tiga itu.
Pernyataan dibuka kembali kasus dugaan kekerasan seksual di Kemenkop UKM itu pertama kali disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Hal itu disampaikan setelah rapat koordinasi (rakor) di Kantor Polhukam pada Senin, 21 November 2022.
Rapat untuk mengoreksi SP3 Polresta Bogor itu dihadiri Kabareskrim Polri, Pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kementerian UMKM, Kementerian PPA, Kejaksaan Agung, dan Kompolnas. Mahfud menegaskan semua sepakat tak perlu praperadilan, cukup dengan gelar perkara khusus.
"SP3 dicabut, perkara dilanjutkan. Pemerkosaan biadab dan sudah cukup bukti tindak pidananya ini tak bisa ditutup dengan alasan pencabutan laporan. Dalam hukum pidana yang bisa dicabut dan menghentikan proses hukum itu "pengaduan", bukan "laporan". Harus dipahami ya "laporan" dan "pengaduan" itu beda," kata Mahfud dalam Twitter pribadinya, seperti dilihat Medcom.id.
Kasus dugaan kekerasan seksual di Kemenkop UKM itu terjadi pada 2019. Kasus ini disebut melibatkan empat pegawai Kemenkop UKM berinisial WH, ZP, MF, dan NN. Dengan korban pegawai non-PNS Kemenkop UKM berinisial ND.
Kasus mulanya ditangani Polresta Bogor. Namun, kasus dihentikan dengan alasan korban sepakat berdamai. Penghentian kasus terjadi usai korban dan terduga pelaku berinisial ZP menikah pada Maret 2020.
Korban membantah klaim itu. Melalui tim kuasa hukumnya, korban menyebut pernikahan itu terjadi atas usulan pihak kepolisian. Keluarga korban juga tak pernah mengetahui penghentian kasus tersebut.
Korban sempat berencana mengajukan gugatan praperadilan atas penghentian kasus tersebut. Korban kini mendapat perlindungan dari LPSK.
Jakarta: Polri memastikan akan membuka kembali kasus
pemerkosaan pegawai Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (
Kemenkop UKM). Surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus itu dipastikan batal.
"Rekomendasi rapat sudah diputuskan demikian (dibuka kembali kasusnya)," kata Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto saat dikonfirmasi, Selasa, 22 November 2022.
Agus mengatakan kasus ditangani
Polda Jawa Barat (Jabar). Sesuai tempat kejadian pemerkosaan itu.
"Polda Jabar akan menindaklanjuti dengan gelar untuk membuka kembali kasus tersebut," ujar jenderal bintang tiga itu.
Pernyataan dibuka kembali kasus dugaan kekerasan seksual di Kemenkop UKM itu pertama kali disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Hal itu disampaikan setelah rapat koordinasi (rakor) di Kantor Polhukam pada Senin, 21 November 2022.
Rapat untuk mengoreksi SP3 Polresta Bogor itu dihadiri Kabareskrim Polri, Pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kementerian UMKM, Kementerian PPA, Kejaksaan Agung, dan Kompolnas. Mahfud menegaskan semua sepakat tak perlu praperadilan, cukup dengan gelar perkara khusus.
"SP3 dicabut, perkara dilanjutkan. Pemerkosaan biadab dan sudah cukup bukti tindak pidananya ini tak bisa ditutup dengan alasan pencabutan laporan. Dalam hukum pidana yang bisa dicabut dan menghentikan proses hukum itu "pengaduan", bukan "laporan". Harus dipahami ya "laporan" dan "pengaduan" itu beda," kata Mahfud dalam Twitter pribadinya, seperti dilihat Medcom.id.
Kasus dugaan kekerasan seksual di Kemenkop UKM itu terjadi pada 2019. Kasus ini disebut melibatkan empat pegawai Kemenkop UKM berinisial WH, ZP, MF, dan NN. Dengan korban pegawai non-PNS Kemenkop UKM berinisial ND.
Kasus mulanya ditangani Polresta Bogor. Namun, kasus dihentikan dengan alasan korban sepakat berdamai. Penghentian kasus terjadi usai korban dan terduga pelaku berinisial ZP menikah pada Maret 2020.
Korban membantah klaim itu. Melalui tim kuasa hukumnya, korban menyebut pernikahan itu terjadi atas usulan pihak kepolisian. Keluarga korban juga tak pernah mengetahui penghentian kasus tersebut.
Korban sempat berencana mengajukan gugatan praperadilan atas penghentian kasus tersebut. Korban kini mendapat perlindungan dari LPSK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)