Jakarta: Pemufakatan atas terbitnya perizinan persetujuan ekspor (PE) minyak sawit atau crude palm oil (CPO) oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang melawan hukum membuat negara merugi. Keuangan negara merugi hingga Rp6.047.645.700.000.
"Jumlah itu sebagaimana laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," kata salah satu jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 31 Agustus 2022.
Menurut jaksa, dari total kerugian keuangan negara itu terdapat Rp2.952.526.912.294 yang merupakan beban kerugian yang ditanggung pemerintah. Hal itu dampak dari diterbitkannya PE atas perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Penerbitan PE yang melawan hukum sejatinya membuat kelangkaan minyak goreng di dalam negeri. Kondisi itu membuat negara mengeluarkan bantuan langsung tunai (BLT).
"Kerugian negara tersebut merupakan akibat langsung dari terjadinya penyimpangan dan bentuk penyalahgunaan fasilitas PE produk CPO dan turunannya dengan memanipulasi pemenuhan persyaratan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO)," ujar jaksa.
Negara mengeluarkan BLT dalam rangka mengurangi beban rakyat selaku konsumen. Pemerintah mengeluarkan BLT untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan minyak goreng.
Pada perkara ini, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, didakwa rugikan negara total Rp18 triliun. Perbuatan itu juga dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Perbuatan itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kementerian Perdagangan yang melawan hukum. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Jakarta: Pemufakatan atas terbitnya perizinan persetujuan ekspor (PE)
minyak sawit atau
crude palm oil (CPO) oleh
Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang melawan hukum membuat negara merugi. Keuangan
negara merugi hingga Rp6.047.645.700.000.
"Jumlah itu sebagaimana laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," kata salah satu jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 31 Agustus 2022.
Menurut jaksa, dari total kerugian keuangan negara itu terdapat Rp2.952.526.912.294 yang merupakan beban kerugian yang ditanggung pemerintah. Hal itu dampak dari diterbitkannya PE atas perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Penerbitan PE yang melawan hukum sejatinya membuat kelangkaan minyak goreng di dalam negeri. Kondisi itu membuat negara mengeluarkan bantuan langsung tunai (BLT).
"Kerugian negara tersebut merupakan akibat langsung dari terjadinya penyimpangan dan bentuk penyalahgunaan fasilitas PE produk CPO dan turunannya dengan memanipulasi pemenuhan persyaratan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO)," ujar jaksa.
Negara mengeluarkan BLT dalam rangka mengurangi beban rakyat selaku konsumen. Pemerintah mengeluarkan BLT untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan minyak goreng.
Pada perkara ini, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, didakwa rugikan negara total Rp18 triliun. Perbuatan itu juga dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Perbuatan itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kementerian Perdagangan yang melawan hukum. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)