“Saling sinergi dalam upaya melakukan tindakan pemberantasan korupsi sehingga secara kewenangan KPK tidak lagi bersifat absolut,” kata Koordinator Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM Agus Haryadi di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Jakarta, Senin, 3 Februari 2020.
Dalam sidang uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK itu, Agus menuturkan pembentukan Dewas KPK merujuk ketentuan UUD 1945. Selain itu, pemerintah berlandaskan ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Antikorupsi (UNCAC) 2003.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
UNCAC mendalilkan dalam implementasi hasil konvensi, negara terkait dapat membentuk badan. Hal ini dapat dimaknai kelembagaan dalam pemberantasan korupsi masing-masing negara dapat berbentuk satu badan atau beberapa badan antikorupsi sesuai yang diperlukan.
Agus menegaskan penambahan badan dalam organ pemberantasan korupsi secara yuridis tidak bertentangan dengan kaidah hukum antikorupsi. Hal ini menjadi kewajiban negara dalam evaluasi untuk meningkatkan upaya-upaya pemberantasan korupsi.
"Berlandaskan sistem pemerintahan dalam pola check and balance, serta dalam rangka menghilangkan kekuasaan yang bersifat absolut,” tambah dia.
Menurut dia, upaya pemerintah ini bermakna bila sistem pemberantasan korupsi selain bisa ditegakkan dengan baik, juga harus tetap dapat dikendalikan. Penegakan hukum perlu dikontrol berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya.
“Negara wajib membentuk badan-badan agar pelaksanaanya lebih efektif, berdasarkan ketentuan tersebut, maka ditempatkannya KPK dalam rumpun eksekutif merupakan kewenangan negara untuk menempatkan yang disesuaikan dalam sistem hukum tata negara,” pungkas dia.