Jakarta: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram (ST) Nomor: ST/339/II/Res.1.1.1./2021, tanggal 22 Februari 2021. Surat telegram itu berisikan pedoman penanganan tindak pidana kejahatan siber, khususnya ujaran kebencian.
"Terhadap tindak pidana pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan tidak dilaksanakan penahanan," demikian isi surat telegram Kapolri Listyo yang diterima Medcom.id, Senin, 22 Februari 2021.
Kapolri Listyo meminta jajaran untuk menangani tindak pidana pencemaran nama baik, fitnah, dan penghinaan dengan cara restorative justice. Pasal yang mengatur terkait tindak pidana itu, yakni Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 207, 310, dan 311 KUHP.
Baca: Mahfud MD Bentuk Tim Kajian Revisi UU ITE
"Kemudian, dalam penanganan perkara terkait kejahatan tindak pidana siber agar melaksanakan gelar perkara melalui virtual meeting kepada Kabareskrim dan Direktorat Tindak Pidana Siber dalam setiap tahap penyidikan dan penetapan tersangka," bunyi surat telegram itu.
Sementara itu, Listyo menekankan jeratan pasal terhadap tindak pidana yang berpotensi memecah belah bangsa (disintegrasi dan intoleransi). Para kapolda diminta memedomani pasal berikut.
Pertama, tindak pidana yang mengandung unsur suku, agama, ras dan antargolongan (SARA); kebencian terhadap golongan atau agama; diskriminasi ras dan etnis. Perkara ini diminta dikenakan Pasal 28 ayat 2 UU ITE, Pasa 156, Pasal 156a KUHP, dan Pas 4 UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Kedua, tindak pidana penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran. Perkara ini diminta memedomani Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Beleid itu mengatur soal hoaks.
Surat telegram itu ditanda tangani Wakabaresmkrim Polri Irjen Wahyu Hadinigrat atas nama Kabareskrim dan Kapolri. Surat itu bersifat petunjuk dan pengarahan (jukrah) sekaligus perintah untuk dipedomani dan dilaksanakan.
Jakarta: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram (ST) Nomor: ST/339/II/Res.1.1.1./2021, tanggal 22 Februari 2021. Surat telegram itu berisikan pedoman penanganan tindak pidana kejahatan siber, khususnya
ujaran kebencian.
"Terhadap tindak pidana pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan tidak dilaksanakan penahanan," demikian isi surat telegram
Kapolri Listyo yang diterima
Medcom.id, Senin, 22 Februari 2021.
Kapolri Listyo meminta jajaran untuk menangani tindak pidana pencemaran nama baik, fitnah, dan penghinaan dengan cara
restorative justice. Pasal yang mengatur terkait tindak pidana itu, yakni Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (
ITE), Pasal 207, 310, dan 311 KUHP.
Baca: Mahfud MD Bentuk Tim Kajian Revisi UU ITE
"Kemudian, dalam penanganan perkara terkait kejahatan tindak pidana siber agar melaksanakan gelar perkara melalui virtual
meeting kepada Kabareskrim dan Direktorat Tindak Pidana Siber dalam setiap tahap penyidikan dan penetapan tersangka," bunyi surat telegram itu.
Sementara itu, Listyo menekankan jeratan pasal terhadap tindak pidana yang berpotensi memecah belah bangsa (disintegrasi dan intoleransi). Para kapolda diminta memedomani pasal berikut.
Pertama, tindak pidana yang mengandung unsur suku, agama, ras dan antargolongan (SARA); kebencian terhadap golongan atau agama; diskriminasi ras dan etnis. Perkara ini diminta dikenakan Pasal 28 ayat 2 UU ITE, Pasa 156, Pasal 156a KUHP, dan Pas 4 UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Kedua, tindak pidana penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran. Perkara ini diminta memedomani Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Beleid itu mengatur soal hoaks.
Surat telegram itu ditanda tangani Wakabaresmkrim Polri Irjen Wahyu Hadinigrat atas nama Kabareskrim dan Kapolri. Surat itu bersifat petunjuk dan pengarahan (jukrah) sekaligus perintah untuk dipedomani dan dilaksanakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)