Jakarta: Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP), Suharjito, didakwa menyuap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus suap terkait izin ekspor benih lobster atau benur. Suharjito didakwa 'mengguyur' Edhy sekitar Rp2,1 miliar.
"Telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut," kata jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Siswandono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Februari 2021.
Menurut jaksa, total uang itu diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda. Sebanyak US$103 ribu (sekitar Rp1.442.664.350, kurs Rp14.038) dan Rp706.055.440.
Fulus itu diberikan melalui sejumlah perantara, yakni Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta. Kemudian Amiril Mukminin selaku Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo; Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi; dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sekaligus Pendiri PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.
Baca: Kasus Ekspor Benih Lobster Diselisik Melalui Lima Saksi
Uang itu diserahkan agar Kementerian Kelautan dan Perikanan mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian ekspor benih lobster. Perbuatan itu disebut bertentangan dengan kapasitas Edhy sebagai penyelenggara negara.
"Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," ujar jaksa.
Suharjito didakwa dengan dua pasal, yakni Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Jakarta: Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP), Suharjito, didakwa menyuap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo dalam kasus suap terkait izin ekspor benih lobster atau benur. Suharjito didakwa 'mengguyur' Edhy sekitar Rp2,1 miliar.
"Telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut," kata jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Siswandono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Februari 2021.
Menurut jaksa, total uang itu diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda. Sebanyak US$103 ribu (sekitar Rp1.442.664.350, kurs Rp14.038) dan Rp706.055.440.
Fulus itu diberikan melalui sejumlah perantara, yakni Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri dan Andreau Pribadi Misanta. Kemudian Amiril Mukminin selaku Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo; Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi; dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sekaligus Pendiri PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.
Baca:
Kasus Ekspor Benih Lobster Diselisik Melalui Lima Saksi
Uang itu diserahkan agar Kementerian Kelautan dan Perikanan mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian ekspor benih lobster.
Perbuatan itu disebut bertentangan dengan kapasitas Edhy sebagai penyelenggara negara.
"Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," ujar jaksa.
Suharjito didakwa dengan dua pasal, yakni Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)