Juru bicara KPK Febri Diansyah. Foto: MI/Rommy Pujianto.
Juru bicara KPK Febri Diansyah. Foto: MI/Rommy Pujianto.

KPK Sebut Nota Pembelaan Syafruddin Klasik

Juven Martua Sitompul • 23 Mei 2018 11:56
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membalas nota pembelaan terdakwa kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT). Dalil yang menyebut kasus Syafruddin sebagai perkara perdata dianggap sebagai argumen yang sering dihadapi KPK dalam berbagai proses hukum.
 
"Kami pandang sebagai argumen klasik yang sering kami hadapi di berbagai proses hukum, baik mengatakan kasus pokok adalah perdata ataupun pelanggaran bersifat administratif," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu, 23 Mei 2018.
 
Febri mengatakan, sejak awal mengusut, KPK yakin jika kasus ini memenuhi unsur tindak pidana korupsi hingga merugikan uang negara cukup besar. Terlebih, ada fakta dugaan penghapusan piutang Sjamsul Nursalim selaku obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

"KPK tidak fokus pada pembuatan perjanjiannya, tetapi pada fakta dugaan penghapusan piutang Sjamsul Nursalim. Seolah-olah (Sjamsul) berada dalam kondisi sudah memenuhi seluruh kewajibannya dan layak diberikan surat keterangan lunas," ujar dia.
 
Tak hanya penghapusan, dalam dakwaan Syafruddin juga cukup jelas disebut jaksa penuntut bila usulan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk menghapus pembukuan sebenarnya tidak pernah disetujui di rapat kabinet terbatas. Febri juga memastikan dugaan kerugian negara sebesar Rp4,58 triliun itu sudah dihitung secara cermat oleh lembaga yang berwenang yakni BPK RI.
 
"Penanganan kasus BLBI ini akan menjadi tantangan bersama bagi semua pihak sebagai upaya untuk mengembalikan kerugian negara yang sangat besar," pungkas dia.
 
Baca: Yusril Nilai Pengadilan Tipikor tak Berwenang Mengadili Perkara BLBI
 
Syafruddin Arsyad Temenggung didakwa merugikan negara hingga Rp4,58 triliun terkait kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI. Dia diduga telah menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira.
 
Dia juga dinilai menyalahgunakan kewenangannya sebagai kepala BPPN. Saat itu, Syafruddin menerbitkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham kepada Sjamsul Nursalim, meskipun belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI terhadap petambak.
 
Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan