Ilustrasi persidangan. Medcom.id/M Rizal
Ilustrasi persidangan. Medcom.id/M Rizal

Klaim Penasihat Hukum Penyerangan Novel dalam Pleidoi

Fachri Audhia Hafiez • 16 Juni 2020 05:30
Jakarta: Dua penyerang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, membacakan nota pembelaan atau pleidoi. Berbagai klaim dibeberkan agar terbebas dari tuntutan dalam kasus tersebut.
 
Pembacaan sidang pleidoi tidak dihadiri kedua terdakwa. Ronny dan Rahmat dihadirkan melalui konferensi televideo dari rumah tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
 
"Kami akan membacakan secara bergantian yang mulia," kata salah seorang penasihat hukum Ronny dan Rahmat saat membacakan isi pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang disiarkan melalui virtual, Senin, 15 Juni 2020.

Tim penasihat hukum Rahmat berdalih kliennya tidak bermaksud untuk mencelakai Novel hingga menimbulkan luka. Aksi penyiraman yang terjadi pada Selasa dini hari, 11 April 2017, disebut cuma rasa benci yang timbul secara spontan.
 
Perbuatan Rahmat diklaim untuk memberikan pelajaran atas dasar kebenciannya kepada Novel. Kebencian itu menyeruak karena Novel dianggap telah melupakan institusi Polri.
 
"Pelaku tunggal serta mandiri karena didorong rasa benci yang timbul secara spontan terhadap saksi korban yang dianggap oleh terdakwa sebagai kacang lupa pada kulitnya," ujar anggota tim penasihat hukum.
 
Baca: Kuasa Hukum 'Minta' Penyerang Novel Dibebaskan

Kasus sarang burung walet

Motif kasus sarang burung walet kembali disinggung. Kasus ini memunculkan dugaan Novel menembak pencuri sarang burung walet pada 2004. Saat itu, Novel menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Bengkulu.
 
Menurut tim penasihat hukum terdakwa, Novel tidak memiliki jiwa kesatria sebagai anggota Polri. Novel disebut punya tanggung jawab besar terhadap kasus tersebut.
 
"Bukannya mempertanggungjawabkan perbuatannya tapi saksi korban (Novel) mengorbankan anak buahnya. Terlebih lagi saksi korban tidak punya jiwa kesatria sehingga tidak berani mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam persidangan," ucap salah seorang tim penasihat hukum.

Penanganan mata Novel salah

Rusaknya mata Novel disebut bukan akibat penyiraman cairan asam sulfat (H2SO4) yang dilakukan terdakwa. Hal itu dituding akibat kesalahan penanganan dan ketidaksabaran Novel terhadap tindakan medis.
 
Selain itu, cairan asam sulfat disebut telah dicampur air biasa. Niatnya, Rahmat hanya menyiramkan ke area tubuh Novel.
 
"Diakibatkan oleh sebab lain, yaitu penanganan yang tidak benar atau tidak sesuai. Di mana sebab lain itu didorong sikap saksi korban sendiri yang tidak menunjukkan kooperatif dan sabar atas tindakan medis yang dilakukan oleh dokter-dokter di rumah sakit," tuding penasihat hukum.
 
Perkara penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan menuai polemik. Alih-alih memberikan tuntutan berat, jaksa hanya meminta majelis hakim menghukum ringan dua penyerang Novel.
 
Drama panjang proses hukum penyiraman air keras Novel dari perburuan hingga persidangan menjadi perhatian. Namun, tuntutan jaksa ini membuat proses hukum yang panjang dituding sekadar sandiwara.
 
Baca: Bambang Widjojanto Sebut Peradilan Kasus Novel Baswedan Sesat
 
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Ronny Bugis dan Rahmat Kadir hukuman satu tahun penjara. Keduanya dianggap melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
Kedua terdakwa dinilai terbukti menganiaya secara terencana dan mengakibatkan luka-luka berat. Namun, tuntutan ringan diberikan lantaran JPU menanggap terdakwa merasa bersalah atas perbuatannya.
 
JPU menilai keduanya hanya berniat memberi pelajaran kepada Novel dengan menyiram air keras. Tuntutan Jaksa ini membuat Novel dan kuasa hukumnya berang. Tuntutan dan alasan JPU juga menuai beragam komentar dan kritikan pedas.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan