Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan perizinan impor bahan pangan untuk masyarakat masih menjadi lahan praktik korupsi. Terlebih, aksi ini melibatkan anggota DPR.
"KPK sangat kecewa dan menyesalkan praktik korupsi seperti ini masih terjadi," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 8 Agustus 2019.
Menurut dia, dalam perkara dugaan suap pengurusan kuota dan izin impor bawang putih di 2019, ada alokasi fee Rp1.700 hingga Rp1.800 untuk setiap kilogram bawang putih yang diimpor ke Indonesia. Praktik rasuah ini membebani masyarakat.
"Hal yang paling membuat miris adalah ketika perizinan impor salah satu produk pangan yang digunakan hampir keseluruhan masyarakat Indonesia justru dijadikan lahan bancakan pihak-pihak tertentu," ucap Agus.
KPK mengingatkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan) agar secara serius membenahi kebijakan dan prosess impor pangan. Pasalnya, suap terkait dengan impor produk pangan dan hortikultura ini bukan kali ini saja terjadi.
"Masyarakat dapat membeli produk pangan dengan harga lebih murah jika tidak terjadi korupsi," ujar Agus.
Dalam perkara ini, enam orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka meliputi Komisi VI DPR asal Fraksi PDI Perjuangan I Nyoman Dhamantra (INY); orang kepercayaan Dhamantra, Mirawati Basri (MBS); dan pihak swasta Elviyanto (ELV). Sementara itu, tersangka pemberi suap adalah Chandry Suanda (CSU) alias Afung, Doddy Wahyudi (DDW), dan Zulfikar (ZFK).
Dhamantra diduga meminta fee Rp3,6 miliar untuk membantu Chandry dan Doddy mengurus rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementan dan surat persetujuan impor (SPI) dari Kemendag. Keduanya terlebih dulu bertemu Mirawati serta Elviyanto guna memuluskan urusan impor tersebut.
Dalam kesepakatan itu, Dhamantra meminta komitmen fee Rp1.700-Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor. Sementara itu, kuota impor bawang putih untuk 2019 sebesar 20 ribu ton.
Baca: PDIP Bantah Dana Kongres Terkait Kasus Suap
KPK menyebutkan Dhamantra baru menerima uang Rp2 miliar dari kesepakatan itu. Uang itu diterimanya melalui rekening transfer sebuah money changer.
Atas perbuatannya, Chandry, Doddy, dan Zulfikar sebagai penyuap disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Dhamantra, Mirawati, dan Elviyanto sebagai penerima sogokan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan perizinan impor bahan pangan untuk masyarakat masih menjadi lahan praktik korupsi. Terlebih, aksi ini melibatkan anggota DPR.
"KPK sangat kecewa dan menyesalkan praktik korupsi seperti ini masih terjadi," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 8 Agustus 2019.
Menurut dia, dalam perkara dugaan suap pengurusan kuota dan izin impor bawang putih di 2019, ada alokasi
fee Rp1.700 hingga Rp1.800 untuk setiap kilogram bawang putih yang diimpor ke Indonesia. Praktik rasuah ini membebani masyarakat.
"Hal yang paling membuat miris adalah ketika perizinan impor salah satu produk pangan yang digunakan hampir keseluruhan masyarakat Indonesia justru dijadikan lahan bancakan pihak-pihak tertentu," ucap Agus.
KPK mengingatkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan) agar secara serius membenahi kebijakan dan prosess impor pangan. Pasalnya, suap terkait dengan impor produk pangan dan hortikultura ini bukan kali ini saja terjadi.
"Masyarakat dapat membeli produk pangan dengan harga lebih murah jika tidak terjadi korupsi," ujar Agus.
Dalam perkara ini, enam orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka meliputi Komisi VI DPR asal Fraksi PDI Perjuangan I Nyoman Dhamantra (INY); orang kepercayaan Dhamantra, Mirawati Basri (MBS); dan pihak swasta Elviyanto (ELV). Sementara itu, tersangka pemberi suap adalah Chandry Suanda (CSU) alias Afung, Doddy Wahyudi (DDW), dan Zulfikar (ZFK).
Dhamantra diduga meminta
fee Rp3,6 miliar untuk membantu Chandry dan Doddy mengurus rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementan dan surat persetujuan impor (SPI) dari Kemendag. Keduanya terlebih dulu bertemu Mirawati serta Elviyanto guna memuluskan urusan impor tersebut.
Dalam kesepakatan itu, Dhamantra meminta komitmen
fee Rp1.700-Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor. Sementara itu, kuota impor bawang putih untuk 2019 sebesar 20 ribu ton.
Baca: PDIP Bantah Dana Kongres Terkait Kasus Suap
KPK menyebutkan Dhamantra baru menerima uang Rp2 miliar dari kesepakatan itu. Uang itu diterimanya melalui rekening transfer sebuah money changer.
Atas perbuatannya, Chandry, Doddy, dan Zulfikar sebagai penyuap disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Dhamantra, Mirawati, dan Elviyanto sebagai penerima sogokan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)