Ilustrasi--Medcom.id
Ilustrasi--Medcom.id

Pengamat: Senjata Api untuk Kejahatan Hampir Semua Ilegal

Theofilus Ifan Sucipto • 28 Mei 2019 14:54
Jakarta: Pengamat Intelijen dan Terorisme Stanislaus Riyanta mengakui masih adanya senjata api (senpi) ilegal di Indonesia. Senpi ilegal itu untuk aksi kejahatan.
 
"Senpi yang digunakan untuk kejahatan hampir semua ilegal," kata Stanislaus kepada Medcom.id, Selasa 28 Mei 2019.
 
Di Indonesia memang ada senjata api legal untuk sipil. Namun, jumlahnya sangat terbatas dan harus melalui syarat-syarat tertentu seperti harus memiliki jabatan tertentu, ikut psikotes di Kepolisian Daerah (Polda), dan memperpanjang izin kepemilikan senjata setiap tahun.

Stanislaus menyebut penggunaan senjata legal di Indonesia diatur dengan rapi. Penggunaan senjata legal di Indonesia dinilai tidak ada masalah. “Hampir tidak pernah ditemukan kejahatan menggunakan senjata legal,” katanya.
 
Baca: Perusuh Aksi 22 Mei Dibekali Rp150 Juta untuk Beli Senjata
 
Polisi terus mengusut peredaran senpi saat aksi 22 Mei 2019. Berdasarkan perkembangan kasus, salah satu tersangka yang juga perusuh saat aksi menolak hasil pemilu, HK, dibekali Rp150 juta hanya untuk membeli senjata.
 
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyebut dana yang ditujukan untuk membeli senjata di luar bayaran yang akan diterima tersangka HK.
 
"(Rp) 150 juta itu buat beli senjata. Baru (dibelanjakan) Rp50 juta sudah dapat senjata, sisanya untuk beli senjata api laras panjang. Kalau yang laras pendek sudah ada empat buah," ujar Dedi di Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenpolhukam), Jakarta Pusat, Selasa, 28 Mei 2019.
 
Dalam kasus kerusuhan aksi 22 Mei, polisi telah menetapkan sejumlah tersangka di antaranya HK, AZ, IF, TJ, AD, dan AF. Tersangka TJ dan tersangka HK masing-masing mendapatkan perintah untuk membunuh dua tokoh nasional.
 
Kemudian pada 13 Oktober 2018, HK membeli satu pucuk senjata api revolver cal 38 dari tersangka AF dengan harga Rp50 juta. Lalu pada 5 Maret 2019, HK kembali membeli satu pucuk senpi Mayer cal 22 seharga Rp5,5 juta dari tersangka AD, dan dua pucuk senpi rakitan laras panjang cal 22 seharga Rp15 juta dan senjat api laras pendek cal 22 seharga Rp6 juta. Senjata-senjata itu lalu diserahkan kepada TJ.
 
Pada 14 Maret 2019, HK menerima uang Rp150 juta dari seseorang yang memerintahkan dirinya untuk membeli senjata rakitan. TJ juga mendapat bagian Rp25 juta.
 
Pemberi uang yang identitasnya sudah diketahui polisi, memerintahkan TJ untuk membunuh dua tokoh nasional. Lalu pada 12 April 2019, HK juga diperintahkan orang yang sama untuk membunuh dua tokoh nasional lain.
 
Sekitar April 2019, selain ada perencana untuk membunuh target tokoh nasional yang telah ditentukan, terdapat juga perintah lain melalui AZ untuk membunuh seorang pimpinan satu lembaga survei. Tersangka IR sudah beberapa kali menyurvei rumah tokoh tersebut dan diperintahkan untuk mengeksekusi. IR sudah dapat imbalan Rp5 juta.
 
Keenam tersangka dijerat dengan Pasal 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun penjara.
 
Dari tangan pelaku, polisi menyita sejumlah barang bukti, yaitu sepucuk pistol Taurus kaliber 38, dua boks peluru k 38 jumlah 93 butir dari tangan HK; pistol jenis Meyer kaliber 52, dan 5 butir peluru dari tangan AZ, sepucuk senpi laras panjang rakitan kaliber 22 dan sebuah senpi laras pendek rakitan kaliber 22 dari tangan TJ, serta rompi antipeluru dengan logo polisi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan