Jakarta: Pemerintah Indonesia dinilai perlu berhati-hati dalam menjalankan perjanjian ekstradisi buronan dengan Pemerintah Singapura. Tindakan ekstradisi harus dipastikan berlandaskan hukum yang kuat.
"Jangan sampai kita bergerak tanpa perintah pengadilan, itu ribuan (buronan) ada di sana (Singapura), kita harus memiliki perintah pengadilan yang sangat rinci," ujar pakar Hubungan Internasional Universitas Padjajaran (Unpad), Teuku Rezasyah dalam program News Maker di Youtube Medcom.id, Sabtu, 30 Maret 2024.
Reza menjelaskan selain perintah pengadilan, tindakan ekstradisi harus didukung dengan data intelijen. Hal ini untuk mencegah timbulnya persoalan di lapangan.
"Memuat data intelijen, dimana dia tinggal, bagaimana status kewarganegaraanya. Sehingga jangan sampai terjadi pembenturan (aturan Indonesi dan Singapura)," jelasnya.'
Setelah memiliki data dan payung hukum yang kuat, upaya negoisasi dengan Pemerintah Singapura dapat dilakukan. "Jangan sampai (Pemerintah Singapura) bilang (buronan) sudah meninggal, tapi duit (kejahatannya) sudah kemana-mana," pungkasnya.
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura mulai memberlakukan secara efektif perjanjian tentang ekstradisi buronan per tanggal 21 Maret 2024. Hal ini menjadi sejarah keberhasil dipolamasi Pemerintah Indonesia.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menjelaskan perjanjian ini terdiri atas 19 pasal. Kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara mana dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan, persidangan, dan pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.
Jakarta: Pemerintah
Indonesia dinilai perlu berhati-hati dalam menjalankan perjanjian ekstradisi buronan dengan Pemerintah
Singapura. Tindakan ekstradisi harus dipastikan berlandaskan hukum yang kuat.
"Jangan sampai kita bergerak tanpa perintah pengadilan, itu ribuan (buronan) ada di sana (Singapura), kita harus memiliki perintah pengadilan yang sangat rinci," ujar pakar Hubungan Internasional Universitas Padjajaran (Unpad), Teuku Rezasyah dalam program
News Maker di
Youtube Medcom.id, Sabtu, 30 Maret 2024.
Reza menjelaskan selain perintah pengadilan, tindakan ekstradisi harus didukung dengan data intelijen. Hal ini untuk mencegah timbulnya persoalan di lapangan.
"Memuat data intelijen, dimana dia tinggal, bagaimana status kewarganegaraanya. Sehingga jangan sampai terjadi pembenturan (aturan Indonesi dan Singapura)," jelasnya.'
Setelah memiliki data dan payung hukum yang kuat, upaya negoisasi dengan Pemerintah Singapura dapat dilakukan. "Jangan sampai (Pemerintah Singapura) bilang (buronan) sudah meninggal, tapi duit (kejahatannya) sudah kemana-mana," pungkasnya.
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura mulai memberlakukan secara efektif perjanjian tentang ekstradisi buronan per tanggal 21 Maret 2024. Hal ini menjadi sejarah keberhasil dipolamasi Pemerintah Indonesia.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menjelaskan perjanjian ini terdiri atas 19 pasal. Kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara mana dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan, persidangan, dan pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)