Jakarta: Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dugaan praktik lancung yang dilakukan Adil tak main-main, ia diduga terjerat tiga klaster korupsi sekaligus, dengan total duit haram yang dikumpulkan mencapai Rp26,4 miliar.
Sebelum digiring KPK ke jeruji besi, nama Adil sempat viral di media sosial medio Desember 2022. Ia ramai jadi perbincangan publik lantaran pernyataan 'galaknya' kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Tanpa tedeng aling-aling, Adil menyebut Kemenkeu isinya iblis hingga menyinggung soal angkat senjata dan mengancam bergabung ke Malaysia. Pernyataan ini keluar saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Optimalisasi Pendapatan Daerah di Kota Pekanbaru, Riau, pada 9 November 2022.
Pemicunya, Adil merasa pemerintah pusat tidak adil memperlakukan wilayahnya ihwal kebijakan dana bagi hasil (DBH) minyak dan gas (migas). Kala itu, Adil mengatakan kalau Kepulauan Meranti merupakan salah satu penyuplai migas, tapi penerimaan DBH migas malah menurun.
Menurut Adil, sejak terjadi perang antara Rusia melawan Ukraina, harga minyak dunia melonjak sampai di atas 100 dolar AS per barel dari sebelumnya dengan proyeksi 70 dolar AS per barel. Adil mengaku telah berupaya mendapatkan DBH lebih besar dengan cara berkirim surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani sebanyak tiga kali, tapi tak mendapatkan jawaban.
"Sampai ke Bandung saya kejar orang Kementerian Keuangan juga tidak dihadiri oleh yang kompeten, yang hadir waktu itu entah staf, tidak tahu lah. Sampai waktu itu saya ngomong 'ini orang (Kementerian) keuangan isinya iblis atau setan'," kata Adil.
Ancam gabung Malaysia sampai angkat senjata
Ia mengatakan wilayahnya tergolong miskin ekstrem, padahal jadi daerah penghasil Migas. Adil meminta pemerintah pusat berhenti mengambil minyak bumi di Meranti bila kebijakan DBH tak ada perbaikan.
"Nggak apa-apa, kami juga masih bisa makan. Daripada uang kami dihisap sama pusat. Kami daerah miskin, karena kalau kami daerah kaya sudah ambil Rp10 triliun enggak papa. Kami daerah miskin, daerah ekstrem," kata politikus PDI Perjuangan itu.
Adil mengatakan idealnya jika daerah miskin memiliki minyak yang terus dieksploitasi pemerintah, seharusnya daerah tersebut menjadi prioritas. Namun, Adil mengaku gusar terhadap fakta kalau pendapatan tambang minyak di Meranti meningkat drastis, namun jatah untuk daerah mereka justru dipangkas dan berkurang.
"Pusat tidak mau mengurus Meranti, kasihkan kami ke negeri sebelah, kan saya ngomong, apa Bapak tidak paham omongan saya? Atau apa perlu Meranti angkat senjata? Kan tak mungkin," ucap Adil kepada pejabat Kemenkeu yang menjadi pembicara dalam Rakornas kala itu.
Bupati Kepulauan Meranti tiba di Gedung KPK usai kena OTT. Foto: MI/Susanto
Kena OTT KPK dan Dibui
Adil kena OTT KPK pada Kamis malam, 6 April 2023. Adil menjadi pejabat pertama yang terjaring OTT KPK pada 2023. Ia diduga terlibat tiga klaster korupsi.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan tiga klaster itu yakni dugaan pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun 2022 sampai 2023, dugaan korupsi penerimaan fee dari jasa travel umrah, dan pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan pada 2022 di Pemkab Kepulauan Meranti, Riau.
Berdasarkan hitungan KPK, Adil telah menerima Rp26,1 miliar dari banyak pihak atas tiga klaster kasus korupsi ini. Lembaga Antirasuah masih melakukan pendalaman.
Saat operasi senyap, total ada 28 orang yang ditangkap, namun hanya tiga yang akhirnya ditetapkan tersangka. Ketiganya yakni Adil, Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih dan Pemeriksa Muda BPK perwakilan Riau M Fahmi Aressa.
Adil disangkakan melanggar melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK menunjukkan barang bukti penangkapan Bupati Kepulauan Meranti. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.
Dia juga disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Fitria disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Terakhir, Fahmi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Jakarta: Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dugaan
praktik lancung yang dilakukan Adil tak main-main, ia diduga terjerat tiga klaster korupsi sekaligus, dengan total duit haram yang dikumpulkan mencapai Rp26,4 miliar.
Sebelum digiring KPK ke jeruji besi, nama Adil sempat
viral di media sosial medio Desember 2022. Ia ramai jadi perbincangan publik lantaran pernyataan 'galaknya' kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Tanpa tedeng aling-aling, Adil menyebut Kemenkeu isinya iblis hingga menyinggung soal angkat senjata dan mengancam bergabung ke Malaysia. Pernyataan ini keluar saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Optimalisasi Pendapatan Daerah di Kota Pekanbaru, Riau, pada 9 November 2022.
Pemicunya, Adil merasa pemerintah pusat tidak adil memperlakukan wilayahnya ihwal kebijakan dana bagi hasil (DBH) minyak dan gas (migas). Kala itu, Adil mengatakan kalau Kepulauan Meranti merupakan salah satu penyuplai migas, tapi penerimaan DBH migas malah menurun.
Menurut Adil, sejak terjadi perang antara Rusia melawan Ukraina, harga minyak dunia melonjak sampai di atas 100 dolar AS per barel dari sebelumnya dengan proyeksi 70 dolar AS per barel. Adil mengaku telah berupaya mendapatkan DBH lebih besar dengan cara berkirim surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani sebanyak tiga kali, tapi tak mendapatkan jawaban.
"Sampai ke Bandung saya kejar orang Kementerian Keuangan juga tidak dihadiri oleh yang kompeten, yang hadir waktu itu entah staf, tidak tahu lah. Sampai waktu itu saya ngomong 'ini orang (Kementerian) keuangan isinya iblis atau setan'," kata Adil.
Ancam gabung Malaysia sampai angkat senjata
Ia mengatakan wilayahnya tergolong miskin ekstrem, padahal jadi daerah penghasil Migas. Adil meminta pemerintah pusat berhenti mengambil minyak bumi di Meranti bila kebijakan DBH tak ada perbaikan.
"Nggak apa-apa, kami juga masih bisa makan. Daripada uang kami dihisap sama pusat. Kami daerah miskin, karena kalau kami daerah kaya sudah ambil Rp10 triliun enggak papa. Kami daerah miskin, daerah ekstrem," kata politikus PDI Perjuangan itu.
Adil mengatakan idealnya jika daerah miskin memiliki minyak yang terus dieksploitasi pemerintah, seharusnya daerah tersebut menjadi prioritas. Namun, Adil mengaku gusar terhadap fakta kalau pendapatan tambang minyak di Meranti meningkat drastis, namun jatah untuk daerah mereka justru dipangkas dan berkurang.
"Pusat tidak mau mengurus Meranti, kasihkan kami ke negeri sebelah, kan saya ngomong, apa Bapak tidak paham omongan saya? Atau apa perlu Meranti angkat senjata? Kan tak mungkin," ucap Adil kepada pejabat Kemenkeu yang menjadi pembicara dalam Rakornas kala itu.
Bupati Kepulauan Meranti tiba di Gedung KPK usai kena OTT. Foto: MI/Susanto
Kena OTT KPK dan Dibui
Adil kena
OTT KPK pada Kamis malam, 6 April 2023. Adil menjadi pejabat pertama yang terjaring OTT KPK pada 2023. Ia diduga terlibat tiga klaster korupsi.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan tiga klaster itu yakni dugaan pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun 2022 sampai 2023, dugaan korupsi penerimaan
fee dari jasa travel umrah, dan pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan pada 2022 di Pemkab Kepulauan Meranti, Riau.
Berdasarkan hitungan KPK, Adil telah menerima Rp26,1 miliar dari banyak pihak atas tiga klaster kasus korupsi ini. Lembaga Antirasuah masih melakukan pendalaman.
Saat operasi senyap, total ada 28 orang yang ditangkap, namun hanya tiga yang akhirnya ditetapkan tersangka. Ketiganya yakni Adil, Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih dan Pemeriksa Muda BPK perwakilan Riau M Fahmi Aressa.
Adil disangkakan melanggar melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK menunjukkan barang bukti penangkapan Bupati Kepulauan Meranti. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.
Dia juga disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Fitria disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Terakhir, Fahmi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)