Bukan Main! Duit Hasil Korupsi Bupati Meranti Ditaksir Mencapai Rp26,1 Miliar
Candra Yuri Nuralam • 08 April 2023 05:47
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Meranti Muhammad Adil sebagai tersangka korupsi usai ditangkap pada Kamis, 6 April 2023, malam. Dia terjerat tiga klaster korupsi.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan tiga klaster itu yakni dugaan pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun 2022 sampai 2023, dugaan korupsi penerimaan fee dari jasa travel umroh, dan pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan pada 2022 di Pemkab Kepulauan Meranti Riau.
"(Adil) diduga memerintahkan para Kepala SKPD untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU) masing-masing SKPD yang kemudian dikondisikan seolah-olah ada utang kepada MA (Muhammad Adil)," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 7 April 2023.
Besaran pemotongan yang diminta Adil sebesar lima sampai sepuluh persen untuk tiap SKPD. Penyetorannya dibantu oleh Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih.
"Yang sekaligus adalah orang kepercayaan MA," ucap Alex.
Duit panas itu digunakan untuk dana safari politik Adil agar bisa maju dalam Pemilihan Gubernur Riau pada 2024. Dia juga diduga menerima Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah pada Desember 2022.
"Melalui FN (Fitria Nengsih) yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umroh karena memenangkan PT TM (Tanur Muthmainnah) untuk proyek pemberangkatan umroh bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti," ujar Alex.
Sebagian uang panas yang sudah diterima Adil juga digunakan untuk menyuap audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Total, Rp1,1 miliar diserahkan Adil bersama dengan Fitria ke Pemeriksa Muda BPK perwakilan Riau M Fahmi Aressa.
"(Untuk) mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)," terang Alex.
Berdasarkan hitungan KPK, Adil telah menerima Rp26,1 miliar dari banyak pihak atas tiga klaster kasus ini. Lembaga Antirasuah masih melakukan pendalaman.
Adil, Fitria dan Fahmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka semua langsung ditahan selama 20 hari pertama usai status hukumnya diumumkan ke publik.
Adil disangkakan melanggar melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dia juga disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Fitria disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Terakhir, Fahmi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Meranti Muhammad Adil sebagai tersangka korupsi usai ditangkap pada Kamis, 6 April 2023, malam. Dia terjerat tiga klaster korupsi.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan tiga klaster itu yakni dugaan pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun 2022 sampai 2023, dugaan korupsi penerimaan fee dari jasa travel umroh, dan pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan pada 2022 di Pemkab Kepulauan Meranti Riau.
"(Adil) diduga memerintahkan para Kepala SKPD untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU) masing-masing SKPD yang kemudian dikondisikan seolah-olah ada utang kepada MA (Muhammad Adil)," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 7 April 2023.
Besaran pemotongan yang diminta Adil sebesar lima sampai sepuluh persen untuk tiap SKPD. Penyetorannya dibantu oleh Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih.
"Yang sekaligus adalah orang kepercayaan MA," ucap Alex.
Duit panas itu digunakan untuk dana safari politik Adil agar bisa maju dalam Pemilihan Gubernur Riau pada 2024. Dia juga diduga menerima Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah pada Desember 2022.
"Melalui FN (Fitria Nengsih) yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umroh karena memenangkan PT TM (Tanur Muthmainnah) untuk proyek pemberangkatan umroh bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti," ujar Alex.
Sebagian uang panas yang sudah diterima Adil juga digunakan untuk menyuap audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Total, Rp1,1 miliar diserahkan Adil bersama dengan Fitria ke Pemeriksa Muda BPK perwakilan Riau M Fahmi Aressa.
"(Untuk) mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)," terang Alex.
Berdasarkan hitungan KPK, Adil telah menerima Rp26,1 miliar dari banyak pihak atas tiga klaster kasus ini. Lembaga Antirasuah masih melakukan pendalaman.
Adil, Fitria dan Fahmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka semua langsung ditahan selama 20 hari pertama usai status hukumnya diumumkan ke publik.
Adil disangkakan melanggar melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dia juga disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Fitria disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Terakhir, Fahmi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)