Sidang kasus korupsi perizinan persetujuan ekspor (PE) minyak sawit atau crude palm oil (CPO). Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Sidang kasus korupsi perizinan persetujuan ekspor (PE) minyak sawit atau crude palm oil (CPO). Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

Terdakwa Klaim Dibikin Rugi dari Kebijakan Ekspor CPO

Fachri Audhia Hafiez • 06 September 2022 19:53
Jakarta: Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, mengaku dibuat merugi dari kebijakan perizinan persetujuan ekspor (PE) minyak sawit atau crude palm oil (CPO) oleh Kementerian Perdagangan. Hal itu tertuang dalam eksepsi atau nota keberatannya.
 
"Justru Wilmar Grup yang menderita kerugian dan menjadi korban inkonsistensi kebijakan program penyediaan minyak goreng kemasan sederhana untuk kebutuhan masyarakat," kata kuasa hukum Master, Juniver Girsang, saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa, 6 September 2022.
 
Kebijakan itu mewajibkan produsen/eksportir CPO memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) dengan harga tertentu atau domestic price obligation (DPO) sebagai syarat untuk memperoleh PE CPO.

"Namun, peraturan atau keputusan yang melandasinya cepat sekali berubah, di mana dalam kurun waktu kurang dari dua bulan Kemendag menerbitkan Permendag Nomor 02/2022, Permendag Nomor 08/2022, Kepmendag Nomor 129/2022, dan Kepmendag Nomo 170/2022," ujar Juniver.
 
Wilmar Grup diklaim merugi lebih dari Rp1,5 triliun. Dakwaan yang menimbulkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara dinilai tidak tepat.
 
"Apa yang didakwakan bukan merupakan tindak pidana dan tidak masuk ke dalam ruang lingkup tipikor," ucap Juniver.
 

Baca: Terdakwa Korupsi Ekspor CPO Stanley Ma Minta Dakwaan Dibatalkan


Juniver meminta majelis hakim menerima eksepsi tersebut. Dia meminta dakwaan jaksa dinyatakan keliru dan batal demi hukum.
 
"Kami mendalilkan dalam eksepsi bahwa dakwaan error in persona karena terdakwa bukan pejabat di Kemendag yang berwenang menerbitkan PE," ujar Juniver.
 
Pada perkara ini, Master didakwa merugikan negara total Rp18 triliun. Perbuatan itu dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
 
Perbuatan itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kementerian Perdagangan yang melawan hukum. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
 
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
 
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan