Jakarta: Kubu Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mardani Maming meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati proses praperadilan. Lembaga Antirasuah diminta tidak sembarangan melakukan panggilan dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
"Kami telah mengirimkan surat kepada KPK yang pada intinya meminta semua pihak menghormati proses praperadilan yang sedang berlangsung, dan karenanya tidak melakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk menunggu proses dan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Kuasa Hukum Mardani, Denny Siregar melalui keterangan tertulis, Kamis, 14 Juli 2022.
Denny mengatakan kliennya kini tengah mencoba mengambil opsi hukum untuk memprotes penetapan tersangka yang dilakukan KPK. Lembaga Antikorupsi diharap memberikan waktu kepada Mardani untuk fokus dalam praperadilan itu.
Kuasa Hukum Mardani lainnya, Bambang Widjojanto mengeklaim kliennya dikriminalisasi. Karena itu, Mardani ingin fokus dalam praperadilan untuk membuktikan tudingan kriminalisasi itu.
"Permohonan praperadilan ini dilakukan demi pernyataan KPK sendiri yang mengatakan akan melakukan penegakkan hukum dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum," ujar Bambang.
Bambang mengeklaim pihaknya punya banyak argumen terkait adanya kriminalisasi yang dilakukan KPK dalam menetapkan Mardani sebagai tersangka. Dia yakin Mardani tidak melanggar hukum.
Bambang juga meyakini kliennya dikriminalisasi karena adanya masalah bisnis yang terjadi di Kalimantan Selatan. Dia khawatir ekonomi Indonesia bakal terganggu jika KPK terus memproses hukum kliennya.
"Jika terjadi ketidakpastian hukum dan investasi seperti ini, maka para investor cenderung akan wait and see. Karena persoalan ini sudah menjadi perhatian nasional, dan bahkan internasional," tutur Bambang.
KPK membuka penyidikan baru terkait dugaan suap dan gratifikasi terkait izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. KPK sudah menetapkan tersangka dalam kasus itu.
Jakarta: Kubu Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
Mardani Maming meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menghormati proses praperadilan. Lembaga Antirasuah diminta tidak sembarangan melakukan panggilan dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
"Kami telah mengirimkan surat kepada KPK yang pada intinya meminta semua pihak menghormati proses praperadilan yang sedang berlangsung, dan karenanya tidak melakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk menunggu proses dan putusan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Kuasa Hukum Mardani, Denny Siregar melalui keterangan tertulis, Kamis, 14 Juli 2022.
Denny mengatakan kliennya kini tengah mencoba mengambil opsi hukum untuk memprotes penetapan tersangka yang dilakukan KPK. Lembaga Antikorupsi diharap memberikan waktu kepada Mardani untuk fokus dalam praperadilan itu.
Kuasa Hukum Mardani lainnya, Bambang Widjojanto mengeklaim kliennya dikriminalisasi. Karena itu, Mardani ingin fokus dalam praperadilan untuk membuktikan tudingan kriminalisasi itu.
"Permohonan praperadilan ini dilakukan demi pernyataan KPK sendiri yang mengatakan akan melakukan penegakkan hukum dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum," ujar Bambang.
Bambang mengeklaim pihaknya punya banyak argumen terkait adanya kriminalisasi yang dilakukan KPK dalam menetapkan Mardani sebagai tersangka. Dia yakin Mardani tidak melanggar hukum.
Bambang juga meyakini kliennya dikriminalisasi karena adanya masalah bisnis yang terjadi di Kalimantan Selatan. Dia khawatir ekonomi Indonesia bakal terganggu jika KPK terus memproses hukum kliennya.
"Jika terjadi ketidakpastian hukum dan investasi seperti ini, maka para investor cenderung akan wait and see. Karena persoalan ini sudah menjadi perhatian nasional, dan bahkan internasional," tutur Bambang.
KPK membuka penyidikan baru terkait dugaan suap dan gratifikasi terkait izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. KPK sudah menetapkan tersangka dalam kasus itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)