Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Medcom.id/Candra Yuri
Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Medcom.id/Candra Yuri

KPK Minta Kuasa Hukum Bikin Lukas Enembe Buka Mulut

Candra Yuri Nuralam • 26 Januari 2023 08:13
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kuasa hukum membuat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe membuka mulutnya di depan penyidik. Keterangan dari tersangka dugaan suap dan gratifikasi itu bisa mempercepat penanganan kasus.
 
"Sampaikan kepada klien agar tersangka (Lukas) ini kooperatif sehingga seluruh proses penanganan perkara ini berjalan lancar," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 26 Januari 2023.
 
KPK masih belum mendapatkan informasi terkait kasus dari Lukas. Lembaga Antikorupsi bahkan pernah menyebut orang nomor satu di Papua itu sengaja menolak menjawab pertanyaan di ruang pemeriksaan.

Kuasa hukum Lukas juga diminta untuk memfokuskan membela kliennya. Tapi, harus sesuai aturan yang berlaku.
 
"Tentu secara proporsional sebagaimana ketentuan mekanisme hukum," ujar Ali.
 
Sebelumnya, KPK meyakini Lukas Enembe dalam kondisi sehat saat diperiksa penyidik. Dia dinilai sengaja menolak menjawab pertanyaan di ruang pemeriksaan.
 
"Bukan yang bersangkutan (Lukas) tidak sehat, tetapi barangkali yang bersangkutan cenderung untuk tidak mau menjawab penyidik," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Rabu, 18 Januari 2023.
 
Alex mengatakan Lukas sudah diperiksa oleh dokter sebelum diperiksa oleh penyidik. Hasil tes medis itu menyatakan dia bisa dimintai keterangan.
 
Lukas Enembe terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
 
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
 
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
 

Baca juga: Ini Kata KPK Soal Tudingan Terlalu Mengurusi Perawatan Lukas Enembe


 
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
 
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
 
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
 
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan