Jakarta: Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh memastikan data kependudukan masyarakat tidak ada yang dicuri. Hal ini diungkap terkait jual beli nomor induk kependudukan (NIK) yang beredar di media sosial (medsos).
"Kami memastikan bahwa dari Dukcapil tidak ada kebocoran data. Kami pastikan. Kami sudah cek semuanya, tidak ada dari internal," kata Zudan di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, Selasa, 30 Juli 2019.
Zudan menilai jual beli NIK di media sosial berawal dari adanya masyarakat yang tidak sengaja menggunggah foto NIK di medsos. Hal itu menjadi makanan empuk bagi 'pemulung data' untuk menyalahgunakannya.
"Kalau kita klik kita ketik (data NIK) itu akan keluar datanya. Bisa jadi ada 'pemulung data' di sana. Nah 'pemulung data' ini berbahaya," tutur dia.
Dukcapil telah melaporkan kasus ini kepada Direktorat Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pelaku dapat dijerat hukuman pidana.
"Siapa pun yang menjualbelikan data, membeli data, dan memanfaatkan data secara tidak benar, itu sanksinya dua tahun dan dengan sampai dengan Rp10 miliar," tutur dia.
Baca: Penjual NIK dan KK Via Medsos Diburu
Informasi jual beli NIK dan KK disebarkan akun media sosial Twitter @hendralm. Unggahan disertai narasi dan foto tersebut ramai dibicarakan dan di-retweet hingga puluhan ribu kali.
"Ternyata ada ya yang memperjualbelikan data NIK+KK (kartu keluarga). Dan parahnya lagi ada yang punya sampai jutaan data. Gila, gila, gila," dikutip dari unggahan pemilik akun @hendralm, Samuel Christian.
Dalam unggahannya tersebut, terdapat bukti-bukti percakapan jual beli NIK dan KK di grup Facebook Dream Market Official. Samuel menyebut NIK dan KK itu digunakan untuk mendaftar nomor maupun paylater berbagai aplikasi.
Jakarta: Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh memastikan data kependudukan masyarakat tidak ada yang dicuri. Hal ini diungkap terkait jual beli nomor induk kependudukan (NIK) yang beredar di media sosial (medsos).
"Kami memastikan bahwa dari Dukcapil tidak ada kebocoran data. Kami pastikan. Kami sudah cek semuanya, tidak ada dari internal," kata Zudan di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, Selasa, 30 Juli 2019.
Zudan menilai jual beli NIK di media sosial berawal dari adanya masyarakat yang tidak sengaja menggunggah foto NIK di medsos. Hal itu menjadi makanan empuk bagi 'pemulung data' untuk menyalahgunakannya.
"Kalau kita klik kita ketik (data NIK) itu akan keluar datanya. Bisa jadi ada 'pemulung data' di sana. Nah 'pemulung data' ini berbahaya," tutur dia.
Dukcapil telah melaporkan kasus ini kepada Direktorat Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pelaku dapat dijerat hukuman pidana.
"Siapa pun yang menjualbelikan data, membeli data, dan memanfaatkan data secara tidak benar, itu sanksinya dua tahun dan dengan sampai dengan Rp10 miliar," tutur dia.
Baca: Penjual NIK dan KK Via Medsos Diburu
Informasi jual beli NIK dan KK disebarkan akun media sosial Twitter @hendralm. Unggahan disertai narasi dan foto tersebut ramai dibicarakan dan di-
retweet hingga puluhan ribu kali.
"Ternyata ada ya yang memperjualbelikan data NIK+KK (kartu keluarga). Dan parahnya lagi ada yang punya sampai jutaan data. Gila, gila, gila," dikutip dari unggahan pemilik akun @hendralm, Samuel Christian.
Dalam unggahannya tersebut, terdapat bukti-bukti percakapan jual beli NIK dan KK di grup Facebook Dream Market Official. Samuel menyebut NIK dan KK itu digunakan untuk mendaftar nomor maupun
paylater berbagai aplikasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)