Mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar. MI/Susanto
Mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar. MI/Susanto

Emiryah Satar Merasa Jadi Tumbal di Kasus Dugaan Korupsi Sewa Pesawat ATR Garuda

Candra Yuri Nuralam • 17 Januari 2022 20:16
Jakarta: Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar keberatan dituding terlibat kasus dugaan korupsi penyewaan pesawat ATR 72-600. Kasus itu dilaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
 
Emirsyah merasa ditumbalkan setelah Menteri BUMN Erick Thohir menyerahkan audit investigatif BPKP kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin terkait kasus itu pekan lalu. Emirsyah yang kini mendekam di Lapas Sukamiskin lantaran terjerat suap dan pencucian uang pengadaan pesawat serta mesin dari Airbus dan Rolls-Royce merasa disudutkan.
 
"Terkesan klien kami sudah di-framing terlibat perkara korupsi,” kata pengacara Emirsyah, Boy Afrian Bondjol, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 17 Januari 2022.

Boy menyebut pengadaan pesawat ATR 72-600 merupakan keputusan jajaran direksi serta komisaris Garuda. Bahkan, kebijakan tersebut tetap dilanjutkan dirut Garuda selanjutnya.
 
Dia mengungkapkan pengadaan pesawat awalnya untuk Citilink. Namun, jajaran direksi memutuskan agar Garuda mengambil alih. Jajaran komisaris Garuda yang didalamnya terdapat unsur pemerintah turut mengetahui kebijakan tersebut.
 
“Penggiringan opini yang terjadi di media seolah-olah hanya klien kami yang menjadi pelaku dalam perkara ini, walaupun kasus ini masih dalam tahap proses penyelidikan oleh Kejagung,” kata Boy.
 
Baca: Dugaan Korupsi Sewa Pesawat ATR Garuda Kasus Lama, Era Emirsyah Satar?
 
Namun, Boy mengapresiasi sikap Kejagung yang netral terkait penyelidikan kasus ini. Dia menekankan pengadaan pesawat ATR murni keputusan bisnis yang mengacu rencana kerja perusahaan dan perseroan sekaligus mendukung program Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia Tahun 2011–2025 (MP3EI) dari pemerintah.
 
Selain itu, Boy mengatakan saat Emirsyah melepas jabatannya sebagai direktur utama Garuda pada Desember 2014, utang perusahaan tersisa USD2,2 miliar. Sementara itu, pada 2021, utang Garuda membengkak enam kali lipat menjadi USD13 miliar atau Rp188 triliun.
 
“Dengan adanya pemberitan ini utang yang hampir Rp200 triliun semata-mata kesalahan Pak Emir. Ini tidak fair menurut saya,” kata Boy.
 
Sebelumnya, Kejagung memulai penyelidikan pengadaan pembelian dan sewa 50 pesawat ATR 72-600, serta pembelian dan penyewaan pesawat CRJ 1000 sebanyak 18 unit. Penyelidikan dimulai pada 15 November 2021 berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor Print-25/F.2/Fd.1/11/2021.
 
Tim penyelidik Kejagung telah meminta keterangan Emirsyah Satar terkait kasus ini. Belakangan, Erick menyerahkan data tambahan berupa hasil audit investigatif kepada Jaksa Agung terkait penyelidikan kasus tersebut.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan