Mahkamah Konstitusi. Foto: Dok Medcom.id
Mahkamah Konstitusi. Foto: Dok Medcom.id

Dalil HAM untuk Legalisasi Pernikahan Beda Agama Dinilai Lemah

Theofilus Ifan Sucipto • 18 Juli 2022 17:27
Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Agenda sidang perkara dengan Nomor 24/PUU-XX/2022 itu mendengarkan keterangan saksi pemohon dan pihak terkait Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia.
 
"Permohonan pemohon (E Ramos Petege) mendalilkan HAM (hak asasi manusia untuk melegalkan pernikahan beda agama merupakan argumen yang lemah dan tidak beralasan hukum," kata kuasa hukum Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia Abdullah Al Katiri dalam sidang virtual di MK, Jakarta Pusat, Senin, 18 Juli 2022.
 
Abdullah menilai dalil HAM yang diajukan Ramos membuktikan dirinya tidak mengerti aturan hukum di Indonesia. Sebab, HAM merupakan sumber normatif bagi sumber hukum positif Indonesia.

"Itu diatur dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Jadi, sejatinya HAM bukan kebebasan individualis," papar dia.
 

Baca: Penolakan Gugatan Presidential Threshold Tak Bisa Diartikan Bertentangan dengan UUD


Abdullah memerinci sejumlah klasifikasi HAM. Mulai dari hak sipil dan politik, ekonomi, sosial dan budaya, hingga tanggung jawab negara dan kewajiban terhadap HAM.
 
"Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan HAM bukanlah melaksanakan dengan sebebas-bebasnya melainkan harus memperhatikan Pancasila," tutur dia.
 
Selain itu, ada hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Contohnya hak untuk hidup, tidak disiksa, kemerdekaan pikiran, beragama, tidak diperbudak, dan diakui sebagai pribadi di hadapan hukum.
 
"Intinya, negara mengeluarkan peraturan sesuai dengan nilai agama, moral, dan ketertiban umum. Maka, perkawinan beda agama justru menimbulkan ketidakpastian hukum," jelas Abdullah.
 
Uji materiil UU Perkawinan diajukan seorang pria dari Kampung Gabaikunu, Mapia Tengah, Papua, E Ramos Petege. Ramos yang beragama Katolik ingin menikah dengan perempuan muslim.
 
Ramos meraga dirugikan dengan Pasal 2 ayat 1, 2, serta Pasal 8 huruf F UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal itu bertentangan dengan UUD 1945.
 
"Negara tidak boleh menghambat kebebasan beragama warganya melalui tertib administratif. Sebab, hal demikian akan menyebabkan diskriminasi yang melanggar hak warga negara," kata kuasa hukum Ramos, Dixon Sanjaya, saat sidang pengujian materiil UU Perkawinan pada Rabu, 6 April 2022.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan