Saksi Sebut Realisasi Kuota CPO Bukan Kewajiban
Candra Yuri Nuralam • 28 November 2022 23:16
Jakarta: Kepala Sub Direktorat Ekspor pada Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Vitha Budhi Sulistyo menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO). Dia memberikan penjelasan soal realisasi jumlah kuota ekspor CPO.
Dalam kesaksiannya, Vitha menjelaskan hingga kini tidak ada aturan yang mengikat soal kewajiban perealisasian dalam fasilitas persetujuan ekspor kuota CPO dan produk turunannya. Pelaku usaha dibebaskan untuk menggunakan fasilitas tersebut.
"Bukan pelanggaran," kata Vitha di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 28 November 2022.
Vitha menjelaskan pihaknya cuma memantau persetujuan ekspor untuk pengusaha yang sudah diberikan Kementerian Perdagangan. Realisasinya bukan urusan Bea Cukai.
"Kami di tim teknis tidak melihat jumlah realisasi atau jumlah kami hanya melihat jumlah kuota yang tersisa di-PE (persetujuan ekspor)," ujar Vitha.
Kuasa hukum terdakwa Master Parulian Tumanggor Patra M Zen menyebut keterangan Vitha menjelaskan bahwa tidak ada pelanggaran dalam penggunaan fasilitas persetujuan ekspor. Jaksa dinilai salah kaprah.
"Bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan terkait klaim penuntut umum yang menyatakan ada satu persetujuan ekspor yang tidak digunakan," kata Patra.
Pada perkara ini, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, didakwa merugikan negara total Rp18 triliun. Perbuatan itu juga dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Perbuatan itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kementerian Perdagangan yang melawan hukum. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Jakarta: Kepala Sub Direktorat Ekspor pada Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Vitha Budhi Sulistyo menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO). Dia memberikan penjelasan soal realisasi jumlah kuota ekspor CPO.
Dalam kesaksiannya, Vitha menjelaskan hingga kini tidak ada aturan yang mengikat soal kewajiban perealisasian dalam fasilitas persetujuan ekspor kuota CPO dan produk turunannya. Pelaku usaha dibebaskan untuk menggunakan fasilitas tersebut.
"Bukan pelanggaran," kata Vitha di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 28 November 2022.
Vitha menjelaskan pihaknya cuma memantau persetujuan ekspor untuk pengusaha yang sudah diberikan Kementerian Perdagangan. Realisasinya bukan urusan Bea Cukai.
"Kami di tim teknis tidak melihat jumlah realisasi atau jumlah kami hanya melihat jumlah kuota yang tersisa di-PE (persetujuan ekspor)," ujar Vitha.
Kuasa hukum terdakwa Master Parulian Tumanggor Patra M Zen menyebut keterangan Vitha menjelaskan bahwa tidak ada pelanggaran dalam penggunaan fasilitas persetujuan ekspor. Jaksa dinilai salah kaprah.
"Bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan terkait klaim penuntut umum yang menyatakan ada satu persetujuan ekspor yang tidak digunakan," kata Patra.
Pada perkara ini, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, didakwa merugikan negara total Rp18 triliun. Perbuatan itu juga dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Perbuatan itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kementerian Perdagangan yang melawan hukum. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)