Jakarta: Setara Institute merespons keberadaan Keputusan Presiden (Keppres) No. 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Adanya Keppres ini dinilai dapat menimbulkan impunitas berbagai pelanggaran HAM masa lalu.
Ketua Setara Institut Hendardi mengatakan, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu dengan jalur non-yudisial mengubur kebenaran peristiwa dan memutihkan sejumlah pelaku yang diduga aktor pelanggaran HAM berat. Keppres ini dinilainya bukan cara pemerintah bertanggung jawab.
"Keppres ini bukanlah cara Jokowi mengambil tanggung jawab konstitusional dan kewajiban negara menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu, tetapi berpura-pura bertanggung jawab atas pelanggaran HAM masa lalu," ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu, 21 September 2022.
Ia mengungkapkan, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu melalui Keppres tersebut seperti pemutihan kolektif berbagai kasus pelanggaran HAM. Keberadaan Keppres tersebut sekaligus instrumen pembungkaman bagi korban dan publik.
"Desain Keppres ini bukanlah cara yang diajarkan dalam disiplin hukum hak asasi manusia atau praktik internasional terkait keadilan transisi (transitional justice) atas pelanggaran HAM masa lalu," imbuhnya.
Hendardi menjelaskan syarat utama penyelesaian non-yudisial perlu didahului dengan upaya pengungkapan kebenaran, verifikasi visibilitas penyelesaian secara hukum, dan dengan kerja yang tidak terburu-buru. Ia pesimis bahwa hal itu bisa dilakukan.
Selain itu, Undang-Undang 26/2000 tentang Pengadilan HAM yang memerintahkan peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi setelah UU tersebut diundangkan harus diselesaikan melalui pengadilan HAM. Ia juga mempertanyakan komposisi tim pelaksana penyelesaian non-yudisial yang salah satunya yang berasal dari mantan pejabat TNI.
Seperti diberitakan, Presiden Joko Widodo menetapkan Keputusan Presiden Nomor 17/2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) Berat Masa Lalu. Keppres itu ditandatangani pada 26 Agustus 2022. Dalam peraturan itu disebutkan tim PPHAM berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden serta mempunyai tugas melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sampai tahun 2020.
Jakarta: Setara Institute merespons keberadaan Keputusan Presiden (Keppres) No. 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial
Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Adanya Keppres ini dinilai dapat menimbulkan impunitas berbagai pelanggaran HAM masa lalu.
Ketua Setara Institut Hendardi mengatakan, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu dengan jalur non-yudisial mengubur kebenaran peristiwa dan memutihkan sejumlah pelaku yang diduga aktor pelanggaran HAM berat. Keppres ini dinilainya bukan cara pemerintah bertanggung jawab.
"Keppres ini bukanlah cara
Jokowi mengambil tanggung jawab konstitusional dan kewajiban negara menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu, tetapi berpura-pura bertanggung jawab atas pelanggaran HAM masa lalu," ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu, 21 September 2022.
Ia mengungkapkan, penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu melalui Keppres tersebut seperti pemutihan kolektif berbagai kasus pelanggaran HAM. Keberadaan Keppres tersebut sekaligus instrumen pembungkaman bagi korban dan publik.
"Desain Keppres ini bukanlah cara yang diajarkan dalam disiplin hukum
hak asasi manusia atau praktik internasional terkait keadilan transisi (
transitional justice) atas pelanggaran HAM masa lalu," imbuhnya.
Hendardi menjelaskan syarat utama penyelesaian non-yudisial perlu didahului dengan upaya pengungkapan kebenaran, verifikasi visibilitas penyelesaian secara hukum, dan dengan kerja yang tidak terburu-buru. Ia pesimis bahwa hal itu bisa dilakukan.
Selain itu, Undang-Undang 26/2000 tentang Pengadilan HAM yang memerintahkan peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi setelah UU tersebut diundangkan harus diselesaikan melalui pengadilan HAM. Ia juga mempertanyakan komposisi tim pelaksana penyelesaian non-yudisial yang salah satunya yang berasal dari mantan pejabat TNI.
Seperti diberitakan, Presiden Joko Widodo menetapkan Keputusan Presiden Nomor 17/2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) Berat Masa Lalu. Keppres itu ditandatangani pada 26 Agustus 2022. Dalam peraturan itu disebutkan tim PPHAM berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden serta mempunyai tugas melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sampai tahun 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)