Jakarta: Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain maupun korporasi dalam kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter AW-101. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai ratusan miliar rupiah.
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi yaitu memperkaya diri terdakwa sebesar Rp183.207.870.911," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Suhermanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 12 Oktober 2022.
Jaksa menyebut ada beberapa pihak dan korporasi yang ikut kecipratan uang haram ini. Salah satu pihak yang disebut menerima yakni mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna.
"Memperkaya orang lain yakni Agus Supriatna sebesar Rp17.733.600.000," ujar Arif.
Uang itu disebut sebagai dana komando karena Agus saat itu menjabat sebagai KSAU dan kuasa pengguna anggaran. Uang itu diserahkan dari pembayaran kontrak termin pertama.
Perusahaan Agusta Westland diduga terciprat uang di kasus ini. Jumlahnya mencapai USD29.500.000 atau senilai Rp391,616,035,000.
Selain itu, perusahaan Lejarto Pte Ltd diduga menerima duit terkait kasus tersebut. Aliran dana mencapai USD10.950.826,37 atau Rp146.342.494.088,87.
Jaksa menyebut kasus ini membuat keuangan negara merugi Rp738.900.000.000 yang juga merupakan total keseluruhan anggaran proyek ini. Angka itu didapatkan dari laporan hasil penghitungan kerugian keuangan negara atas penggadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara pada 2016.
"Yang dilakukan oleh ahli dari unit foresik akuntansi direktorat deteksi dan analisisi korupsi pada KPK," ucap Arif.
Tindakan koruptif ini juga membuat pengadaan Helikopter AW-101 yang didapat tidak memenuhi spesifikasi. Karena, kata Arif, ada pengaturan khusus dan pemberian uang yang memengaruhi kebijakan dalam proses pengadaan tersebut.
Atas dakwaan ini, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain maupun korporasi dalam kasus dugaan
korupsi pembelian Helikopter AW-101. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai ratusan miliar rupiah.
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi yaitu memperkaya diri terdakwa sebesar Rp183.207.870.911," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Suhermanto di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 12 Oktober 2022.
Jaksa menyebut ada beberapa pihak dan korporasi yang ikut kecipratan uang haram ini. Salah satu pihak yang disebut menerima yakni mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna.
"Memperkaya orang lain yakni Agus Supriatna sebesar Rp17.733.600.000," ujar Arif.
Uang itu disebut sebagai dana komando karena Agus saat itu menjabat sebagai KSAU dan kuasa pengguna anggaran. Uang itu diserahkan dari pembayaran kontrak termin pertama.
Perusahaan Agusta Westland diduga terciprat uang di kasus ini. Jumlahnya mencapai USD29.500.000 atau senilai Rp391,616,035,000.
Selain itu, perusahaan Lejarto Pte Ltd diduga menerima duit terkait kasus tersebut. Aliran dana mencapai USD10.950.826,37 atau Rp146.342.494.088,87.
Jaksa menyebut kasus ini membuat keuangan negara merugi Rp738.900.000.000 yang juga merupakan total keseluruhan anggaran proyek ini. Angka itu didapatkan dari laporan hasil penghitungan kerugian keuangan negara atas penggadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara pada 2016.
"Yang dilakukan oleh ahli dari unit foresik akuntansi direktorat deteksi dan analisisi korupsi pada
KPK," ucap Arif.
Tindakan koruptif ini juga membuat pengadaan Helikopter AW-101 yang didapat tidak memenuhi spesifikasi. Karena, kata Arif, ada pengaturan khusus dan pemberian uang yang memengaruhi kebijakan dalam proses pengadaan tersebut.
Atas dakwaan ini, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)