Sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit  di Kemhan RI Tahun 2015. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit di Kemhan RI Tahun 2015. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez

Korupsi Pengadaan Satelit, Ini Alasan Terdakwa Purnawirawan TNI Tak Diadili di Pengadilan Militer

Fachri Audhia Hafiez • 02 Maret 2023 12:39
Jakarta: Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri menjelaskan alasan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemhan) periode Desember 2013-Agustus 2016, Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, tak diadili di Pengadilan Militer. Agus merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kemhan RI Tahun 2015.
 
"'Seharusnya saya disidangkan di pengadilan militer?'. Kalau ada pertanyaan seperti itu, ini perkaranya adalah perkara koneksitas berdasarkan Pasal 89 KUHAP dan seterusnya. Kalau kerugiannya lebih besar di umum maka di sidangkan di pengadilan umum," kata Hakim Fahzal saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Kemayoran, Kamis, 2 Maret 2023.
 
Lebih lanjut Fahzal menuturkan kondisi berbeda bila kerugian besar terjadi di TNI. Maka terdakwa bisa diadili di Pengadilan Militer.

Selain itu, majelis hakim yang mengadili perkara tersebut terdiri dari hakim sipil dan militer. Komposisi yang sama juga berlaku di penuntut umum.
 
"Tetapi dengan majelis koneksitas demikian juga dari oditur militer dan jaksa penuntut umum. Begitu pak, kalau ada pertanyaan seumpama seperti itu ya, kalau kerugian lebih besar di TNI, maka disidangkan di Pengadilan Militer," jelas Fahzal.
 
Agus menimpali penjelasan tersebut. Ia mengaku memahami ketentuan itu.
 

Baca juga: Kejagung Masih Teliti Pengadilan yang Berwenang Tangani Sidang Kasus Korupsi Satelit


 
Terdapat empat terdakwa yang akan diadili pada perkara tersebut. Yakni, Agus Purwoto; Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma, Arifin Wiguna; Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma, Surya Cipta Witoelar; dan satu terdakwa berkewarganegaraan Amerika Serikat (AS), Thomas Van Der Heyden.
 
Kasus itu bermula saat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (JAM-Pidmil) mendalami dugaan rasuah sewa satelit Artemis milik perusahaan Avanti. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) per 12 Agustus 2022, pengadaan itu merugikan negara sebesar Rp453,094 miliar.
 
Pada 2019, Avanti menggugat Indonesia melalui Pengadilan Arbitrase Internasional di London, Inggris. Pengadilan itu menjatuhkan putusan yang membuat negara telah mengeluarkan pembayaran sebesar Rp515 miliar.
 
Selain itu, gugatan juga datang dari Navayo lewat Pengadilan Arbitrase Singapore International Chamber of Commerce. Hasilnya pada 22 Mei 2021, pengadilan tersebut menjatuhkan putusan bahwa Kemhan harus membayar USD20,901 juta kepada Navayo.
 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan