Jakarta: Regulasi pencegahan kecurangan atau fraud di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dinilai bermasalah. Padahal, peraturan dan penegakan hukum yang serius wajib dilakukan untuk memutus mata rantai kecurangan.
“Kalau mau fokus penanganan fraud, lihat di hulu. Peraturan penanganan fraud malah mengandung fraud,” kata Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril dalam telekonferensi, Jakarta, Sabtu, 20 Juni 2020.
Peraturan yang dimaksud Oce ialah Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan serta Pengenaan Sanksi Administrasi Terhadap Kecurangan dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan. Menurut Oce, beleid itu tidak memberantas akar permasalahan.
Dia mengkritisi isi Permenkes yang mencantumkan tiga hal penjaminan implementasi, yakni independensi dan imparsialitas, sanksi tegas, dan efektivitas alur penyelesaian dasar hukum. “Tiga hal ini tidak bisa dijamin dalam Permenkes,” ujar Oce.
Dalam Permenkes itu, masyarakat yang menemukan indikasi kecurangan di rumah sakit pemerintah diminta bersurat kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Sedangkan untuk rumah sakit swasta, masyarakat diminta bersurat kepada direktur rumah sakit.
“Bagaimana menyelesaikan fraud kalau saya menemukan fraud, melapornya ke orang yang berpotensi melakukan fraud?” ucap dia.
Baca: BPJS Kesehatan Klaim Selamatkan Rp1 Triliun
Oce juga mengaku heran dengan peraturan untuk menyelesaikan secara internal lebih dulu. Sebab, jika pihak rumah sakit merasa kasusnya selesai, indikasi kecurangan tidak akan pernah ditindaklanjuti aparat.
Selain itu, Oce menilai kategori kecurangan dalam Permenkes tersebut sangat menoleransi kejahatan. Kecurangan dengan kerugian kurang dari Rp50 juta disebut pelanggaran ringan, kerugian antara Rp50 hingga Rp500 juta disebut pelanggaran sedang, dan kerugian di atas Rp500 juta disebut pelanggaran berat.
“Rp50 juta di mana-mana ya besar, tidak bisa dianggap ringan. Dalam perspektif korupsi itu tidak bisa ditoleransi,” tutur Oce.
Jakarta: Regulasi pencegahan kecurangan atau
fraud di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dinilai bermasalah. Padahal, peraturan dan penegakan hukum yang serius wajib dilakukan untuk memutus mata rantai kecurangan.
“Kalau mau fokus penanganan
fraud, lihat di hulu. Peraturan penanganan
fraud malah mengandung
fraud,” kata Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril dalam telekonferensi, Jakarta, Sabtu, 20 Juni 2020.
Peraturan yang dimaksud Oce ialah Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan serta Pengenaan Sanksi Administrasi Terhadap Kecurangan dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan. Menurut Oce, beleid itu tidak memberantas akar permasalahan.
Dia mengkritisi isi Permenkes yang mencantumkan tiga hal penjaminan implementasi, yakni independensi dan imparsialitas, sanksi tegas, dan efektivitas alur penyelesaian dasar hukum. “Tiga hal ini tidak bisa dijamin dalam Permenkes,” ujar Oce.
Dalam Permenkes itu, masyarakat yang menemukan indikasi kecurangan di rumah sakit pemerintah diminta bersurat kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Sedangkan untuk rumah sakit swasta, masyarakat diminta bersurat kepada direktur rumah sakit.
“Bagaimana menyelesaikan
fraud kalau saya menemukan
fraud, melapornya ke orang yang berpotensi melakukan
fraud?” ucap dia.
Baca: BPJS Kesehatan Klaim Selamatkan Rp1 Triliun
Oce juga mengaku heran dengan peraturan untuk menyelesaikan secara internal lebih dulu. Sebab, jika pihak rumah sakit merasa kasusnya selesai, indikasi kecurangan tidak akan pernah ditindaklanjuti aparat.
Selain itu, Oce menilai kategori kecurangan dalam Permenkes tersebut sangat menoleransi kejahatan. Kecurangan dengan kerugian kurang dari Rp50 juta disebut pelanggaran ringan, kerugian antara Rp50 hingga Rp500 juta disebut pelanggaran sedang, dan kerugian di atas Rp500 juta disebut pelanggaran berat.
“Rp50 juta di mana-mana ya besar, tidak bisa dianggap ringan. Dalam perspektif korupsi itu tidak bisa ditoleransi,” tutur Oce.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AZF)