Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan penanganan medis Gubernur Papua Lukas Enembe ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta. Banyak dokter spesialis dilibatkan untuk orang nomor satu di Bumi Cenderawasih itu.
"Yang jelas ada dokter penyakit dalam, konsultan ginjal, (spesialis) hipertensi, dokter jantung dan juga dokter syaraf, minimal itu," kata Kepala Kepala RSPAD Gatot Soebroto Albertus Budi Sulistya dalam keterangannya yang dikutip pada Kamis, 12 Januari 2023.
Albertus tidak memerinci total dokter yang disiapkan oleh pihaknya. Personel yang disiapkan merawat Lukas tergantung kebutuhannya saat dirawat.
Lebih lanjut, Albertus menjelaskan kondisi Lukas dalam keadaan baik. Kesehatannya meningkat pascapenangkapan pada Selasa, 10 Januari 2023.
"Kesehatan beliau lebih baik dibandingkan dengan tadi malam, dan dalam kondisi yang stabil," ucap Albertus.
Lukas bakal dipenjara di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur selama 20 hari pertama mulai dari 11 Januari 2023 sampai dengan 30 Januari 2023. Upaya paksa itu langsung dibantarkan sementara karena kondisi kesehatannya menurun.
KPK tidak mau memaksakan meneruskan kasus saat Lukas sakit. Dia harus menjalani penanganan medis sampai dinyatakan sehat.
Dengan begini, penahanan Lukas diundur. Waktu pemenjaraannya bakal dilanjutkan saat sudah sehat.
Kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Can
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menyerahkan penanganan medis Gubernur Papua
Lukas Enembe ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta. Banyak dokter spesialis dilibatkan untuk orang nomor satu di Bumi Cenderawasih itu.
"Yang jelas ada dokter penyakit dalam, konsultan ginjal, (spesialis) hipertensi, dokter jantung dan juga dokter syaraf, minimal itu," kata Kepala Kepala RSPAD Gatot Soebroto Albertus Budi Sulistya dalam keterangannya yang dikutip pada Kamis, 12 Januari 2023.
Albertus tidak memerinci total dokter yang disiapkan oleh pihaknya. Personel yang disiapkan merawat Lukas tergantung kebutuhannya saat dirawat.
Lebih lanjut, Albertus menjelaskan kondisi Lukas dalam keadaan baik. Kesehatannya meningkat pascapenangkapan pada Selasa, 10 Januari 2023.
"Kesehatan beliau lebih baik dibandingkan dengan tadi malam, dan dalam kondisi yang stabil," ucap Albertus.
Lukas bakal dipenjara di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur selama 20 hari pertama mulai dari 11 Januari 2023 sampai dengan 30 Januari 2023. Upaya paksa itu langsung dibantarkan sementara karena kondisi kesehatannya menurun.
KPK tidak mau memaksakan meneruskan kasus saat Lukas sakit. Dia harus menjalani penanganan medis sampai dinyatakan sehat.
Dengan begini, penahanan Lukas diundur. Waktu pemenjaraannya bakal dilanjutkan saat sudah sehat.
Kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian
fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Can
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)