Jakarta: Kubu Bupati nonaktif Kudus, Jawa Tengah, M Tamzil, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melantur. Kubu Tamzil menyampaikan hal itu dalam replik secara lisan usai pembacaan jawaban dari KPK dalam sidang praperadilan.
"Secara garis besar bahwa pada pokoknya gugatan kami sebagai pemohon hanya berkisar dalam dua masalah, yakni apakah penetapan tersangka sudah memenuhi dua alat bukti sebagaimana di KUHP dan Undang-Undang KPK," kata kuasa hukum Tamzil, Aristo Seda, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Ragunan, Pasar Minggu, Selasa, 24 September 2019.
Menurut dia, KPK sama sekali tidak menjawab gugatannya terkait dua alat bukti yang menjadi dasar penangkapan Tamzil. KPK dinilai hanya berbelit dengan menjelaskan proses penangkapan Tamzil.
"Apa yang disampaikan KPK ternyata banyak campur aduk hasil yang diperoleh saat penyidikan dan dijadikan alasan penetapan tersangka," ujar Aristo.
Kubu Tamzil juga menilai KPK tidak bisa membuktikan dua alat bukti penetapan tersangka. Aristo ngotot Tamzil tidak bersalah lantaran tidak adanya barang bukti.
KPK menetapkan Tamzil tersangka dugaan suap dan gratifikasi pengisian perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus. Status tersangka juga dilekatkan kepada Staf Khusus Bupati Kudus Agus Soeranto dan pelaksana tugas Sekretaris Dinas Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD)Kabupaten Kudus Akhmad Sofyan.
Tamzil diduga menerima suap sebanyak Rp250 juta dari Akhmad Sofyan melalui Agus Soeranto. Uang itu diberikan agar Tamzil memuluskan proses penetapan jabatan Akhmad.
Tamzil dan Agus selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sofyan sebagai pemberi suap disangka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Tamzil diketahui pernah terjerat kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus tahun anggaran 2004-2005. Dia dijerat Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus pada September 2014.
Saat perkara itu bergulir, Tamzil masih menjabat sebagai staf di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Jawa Tengah. Tamzil korupsi bersama mantan Kepala Dinas Olahraga (Kadispora) Kudus Ruslin dan Direktur PT Ghani and Son, Abdul Ghani.
Pada Februari 2016, Tamzil divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah. Dia dijatuhi hukuman 22 bulan penjara denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Jakarta: Kubu Bupati nonaktif Kudus, Jawa Tengah, M Tamzil, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melantur. Kubu Tamzil menyampaikan hal itu dalam replik secara lisan usai pembacaan jawaban dari KPK dalam sidang praperadilan.
"Secara garis besar bahwa pada pokoknya gugatan kami sebagai pemohon hanya berkisar dalam dua masalah, yakni apakah penetapan tersangka sudah memenuhi dua alat bukti sebagaimana di KUHP dan Undang-Undang KPK," kata kuasa hukum Tamzil, Aristo Seda, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Ragunan, Pasar Minggu, Selasa, 24 September 2019.
Menurut dia, KPK sama sekali tidak menjawab gugatannya terkait dua alat bukti yang menjadi dasar penangkapan Tamzil. KPK dinilai hanya berbelit dengan menjelaskan proses penangkapan Tamzil.
"Apa yang disampaikan KPK ternyata banyak campur aduk hasil yang diperoleh saat penyidikan dan dijadikan alasan penetapan tersangka," ujar Aristo.
Kubu Tamzil juga menilai KPK tidak bisa membuktikan dua alat bukti penetapan tersangka. Aristo ngotot Tamzil tidak bersalah lantaran tidak adanya barang bukti.
KPK menetapkan Tamzil tersangka dugaan suap dan gratifikasi pengisian perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus. Status tersangka juga dilekatkan kepada Staf Khusus Bupati Kudus Agus Soeranto dan pelaksana tugas Sekretaris Dinas Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD)Kabupaten Kudus Akhmad Sofyan.
Tamzil diduga menerima suap sebanyak Rp250 juta dari Akhmad Sofyan melalui Agus Soeranto. Uang itu diberikan agar Tamzil memuluskan proses penetapan jabatan Akhmad.
Tamzil dan Agus selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sofyan sebagai pemberi suap disangka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Tamzil diketahui pernah terjerat kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus tahun anggaran 2004-2005. Dia dijerat Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus pada September 2014.
Saat perkara itu bergulir,
Tamzil masih menjabat sebagai staf di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Jawa Tengah. Tamzil korupsi bersama mantan Kepala Dinas Olahraga (Kadispora) Kudus Ruslin dan Direktur PT Ghani and Son, Abdul Ghani.
Pada Februari 2016, Tamzil divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah. Dia dijatuhi hukuman 22 bulan penjara denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OGI)