Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mau berkomentar banyak soal usulan pembebasan bersyarat terpidana korupsi Muhammad Nazaruddin. Sebab, hingga kini lembaga Antikorupsi belum menerima informasi resmi usulan itu dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Jawa Barat.
"Saya belum dapat informasi ya secara resmi pun kami cek belum ada surat yang diterima, nanti kita tunggu saja kalau memang sudah ada suratnya kita lihat lebih lanjut," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat, 2 Februari 2018.
Menurut Febri, berdasarkan PP 9 tahun 2009, KPK seharusnya dilibatkan dalam usulan pembebasan bersyarat bagi setiap terpidana. KPK memiliki kewenangan untuk memberi pertimbangan dalam memutuskan pembebasan bersyarat seorang terpidana.
"Seingat saya (PP) itu mewajibkan ada ketentuan koordinasi dengan penegak hukum yang menangani, kalau ada terutama pembebasan bersyarat atau remisi karena ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi," pungkas Febri.
Nazaruddin sebelumnya divonis dalam dua kasus korupsi berbeda. Pertama, pada 20 April 2012, mantan anggota DPR itu divonis 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp200 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
(Baca juga: Anas Sebut Nazaruddin Terlatih Memfitnah)
Dalam amar putusannya, Nazaruddin terbukti menerima suap sebesar Rp4,6 miliar yang diserahkan mantan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris kepada dua pejabat bagian keuangan Grup Permai yakni Yulianis dan Oktarina Fury.
Nazar juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI, yang kini berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring, untuk memenangkan lelang proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman Nazaruddin dari 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp200 juta menjadi 7 tahun penjara dan Rp300 juta. Tak berhenti di situ, Nazaruddin kembali divonis pada 15 Juni 2016 dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang.
Dia kembali divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara. Dalam kasus ini, Nazar terbukti menerima gratifikasi dari PT DGI dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di bidang pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp40,37 miliar.
Dari uang tersebut, Bos Permai Grup itu membeli saham PT Garuda Indonesia sekitar tahun 2011 dengan menggunakan anak perusahaan Permai Grup. Dengan demikian total masa hukuman Nazaruddin dari dua kasus itu adalah 13 tahun penjara.
(Baca juga: Nazaruddin Diusulkan Bebas Bersyarat)
Namun, lantaran Nazaruddin sudah berstatus sebagai justice collaborator, dia kerap mendapat remisi. Terakhir, Nazaruddin mendapat remisi pada Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2017. Nazaruddin mendapat potongan masa tahanan sebanyak 5 bulan.
Pembebasan bersyarat sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Pada Pasal 14 ayat (1) huruf k tertulis, "Yang dimaksud dengan pembebasan bersyarat adalah bebasnya Narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan."
Syarat-syarat pemberian pembebasan bersyarat secara rinci diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/eN4xRLWN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mau berkomentar banyak soal usulan pembebasan bersyarat terpidana korupsi Muhammad Nazaruddin. Sebab, hingga kini lembaga Antikorupsi belum menerima informasi resmi usulan itu dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Jawa Barat.
"Saya belum dapat informasi ya secara resmi pun kami cek belum ada surat yang diterima, nanti kita tunggu saja kalau memang sudah ada suratnya kita lihat lebih lanjut," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat, 2 Februari 2018.
Menurut Febri, berdasarkan PP 9 tahun 2009, KPK seharusnya dilibatkan dalam usulan pembebasan bersyarat bagi setiap terpidana. KPK memiliki kewenangan untuk memberi pertimbangan dalam memutuskan pembebasan bersyarat seorang terpidana.
"Seingat saya (PP) itu mewajibkan ada ketentuan koordinasi dengan penegak hukum yang menangani, kalau ada terutama pembebasan bersyarat atau remisi karena ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi," pungkas Febri.
Nazaruddin sebelumnya divonis dalam dua kasus korupsi berbeda. Pertama, pada 20 April 2012, mantan anggota DPR itu divonis 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp200 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
(Baca juga:
Anas Sebut Nazaruddin Terlatih Memfitnah)
Dalam amar putusannya, Nazaruddin terbukti menerima suap sebesar Rp4,6 miliar yang diserahkan mantan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris kepada dua pejabat bagian keuangan Grup Permai yakni Yulianis dan Oktarina Fury.
Nazar juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI, yang kini berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring, untuk memenangkan lelang proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman Nazaruddin dari 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp200 juta menjadi 7 tahun penjara dan Rp300 juta. Tak berhenti di situ, Nazaruddin kembali divonis pada 15 Juni 2016 dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang.
Dia kembali divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara. Dalam kasus ini, Nazar terbukti menerima gratifikasi dari PT DGI dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di bidang pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp40,37 miliar.
Dari uang tersebut, Bos Permai Grup itu membeli saham PT Garuda Indonesia sekitar tahun 2011 dengan menggunakan anak perusahaan Permai Grup. Dengan demikian total masa hukuman Nazaruddin dari dua kasus itu adalah 13 tahun penjara.
(Baca juga:
Nazaruddin Diusulkan Bebas Bersyarat)
Namun, lantaran Nazaruddin sudah berstatus sebagai justice collaborator, dia kerap mendapat remisi. Terakhir, Nazaruddin mendapat remisi pada Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2017. Nazaruddin mendapat potongan masa tahanan sebanyak 5 bulan.
Pembebasan bersyarat sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Pada Pasal 14 ayat (1) huruf k tertulis, "Yang dimaksud dengan pembebasan bersyarat adalah bebasnya Narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan."
Syarat-syarat pemberian pembebasan bersyarat secara rinci diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)