Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

Polisi Jadi Hakim Ad Hoc HAM, KontraS Nilai Berpotensi Picu Konflik Kepentingan

Tri Subarkah • 08 Februari 2023 15:42
Jakarta: Lolosnya personel Polri bernama Harnoto sebagai calon hakim ad hoc hak asasi manusia (HAM) pada Mahkamah Agung (MA) dinilai berpotensi menimbulkan konflik kepentingan saat menyidangkan perkara. Sebab, perkara yang siap diadili di tingkat kasasi MA adalah pelanggaran HAM berat Peristiwa Paniai 2014 yang terdakwanya telah dibebaskan di pengadilan tingkat pertama.
 
Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan Tindak Kekerasan (Kontras) Tioria Pretty mengatakan, pihaknya telah merekomendasikan MA agar tidak memilih hakim berlatar belakang TNI/Polri di pengadilan tingkat pertama maupun banding. Baik anggota aktif maupun purnawirawan
 
"Sebab Peristiwa Paniai merupakan kejahatan kemanusiaan yang melibatkan institusi TNI/Polri berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM," kata Pretty kepada Media Indonesia, Rabu, 8 Februari 2023.

Ia mengatakan hasil penyelidikan menyebutkan secara spesifik ada sejumlah petinggi TNI/Polri yang perlu diperiksa lebih lanjut dalam perisitwa Paniai.
 

Baca: Pembangunan Jalan bagi Korban HAM Berat Dikritisi


Dalam seleksi hakim ad hoc HAM di tingkat MA, Komisi Yudisial meluluskan tiga nama. Selain Harnoto, dua calon lainnya adalah pengacara bernama Heppy Wajongkere dan M Fatan Riyadhi selaku mantan hakim ad hoc tindak pidana korupsi pada Pengadilan Nengeri Banda Aceh.
 
Pretty mengungkap Fatan terpantau pernah mendaftar sebagai hakim ad hoc HAM untuk pengadilan tingkat pertama dan banding. Kendati demikian, ia dinyatakan tidak lulus proses seleksi tertulis oleh panitia seleksi MA.
 
"Menjadi pertanyaan mengapa KY meloloskan calon tersebut," ujar Pretty.
 
Secara umum, lanjutnya, sebagian besar calon hakim ad hoc HAM di MA tidak menguasai pengaturan HAM nasional dan kejahatan serius internasional yang menjadi dasar dari pengaturan pengadilan HAM di Indonesia. Selain itu, para calon juga dinilai tidak memahami secara dalam ihwal pertanggungjawaban komando.
 
KontraS mendorong KY untuk melakukan proses rekrutmen ulang guna mencari calon hakim ad hoc HAM pada MA yang kredibel. Sejauh ini, KY telah mengirim tiga nama calon tersebut ke DPR untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan.
 
Juru bicara KY Miko Ginting mengatakan, pihaknya menerima masukan dari kelompok masyarakat sipil terkait seleksi calon hakim ad hoc HAM. KY mengakui proses seleksi tidak berada dalam kondisi ideal.
 
"Terutama disebabkan pendaftar yang terbatas sekali pun penjaringan sudah dilakukan semaksimal mungkin," ujar Miko.
 
Miko menegaskan, KY dibatasi jangka waktu pelaksanaan seleksi yang menurut undang-undang paling lama enam bulan. Di sisi lain, pengajuan kasasi putusan bebas terdakwa perkara Paniai juga sudah dilakukan jaksa penuntut umum.
 
Menurutnya, guna menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi korban, tidak ada pilihan lain selain menyediakan hakim ad hoc HAM pada tingkat kasasi melalui seleksi oleh KY.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan