Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Antara/Aditya Pradana Putra
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Antara/Aditya Pradana Putra

KPK Yakin Ekstradisi Indonesia-Singapura Jadi Tonggak Maju Pemberantasan Korupsi

Candra Yuri Nuralam • 25 Januari 2022 18:43
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung penuh perjanjian ekstradisi yang dilakukan Indonesia dengan Singapura. Perjanjian itu diyakini menjadi tonggak maju pemberantasan korupsi.
 
"Perjanjian ekstradisi ini menjadi sebuah tonggak langkah maju pemberantasan korupsi, tidak hanya bagi Indonesia namun juga bagi pemberantasan korupsi pada skala global," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melalui keterangan tertulis, Selasa, 25 Januari 2022.
 
Ghufron mengatakan perjanjian ekstradisi ini bisa menjadi akselerasi progresif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Kerja sama terkait penindakan pelaku korupsi antara Indonesia dan Singapura diyakini bisa semakin galak.

"Melalui regulasi ini artinya seluruh instrumen yang dimiliki kedua negara akan memberikan dukungan penuh terhadap upaya ekstradisi dalam kerangka penegakan hukum kedua negara, termasuk dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Ghufron.
 
Ghufron juga meyakini ekstradisi itu bukan cuma membantu Indonesia dalam menangkap dam memulangkan tersangka korupsi. Dia yakin kesepakatan itu bisa membuat Indonesia memaksimalkan pemulihan aset dari tindakan korupsi di Indonesia.
 
"Karena tidak dipungkiri bahwa aset pelaku korupsi tidak hanya berada di dalam negeri, tapi juga tersebar di berbagai negara lainnya. Maka dengan optimalisasi perampasan aset tersebut, kita memberikan sumbangsih terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)," kata Ghufron.
 
Baca: Perjalanan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura yang Diupayakan Sejak 1998
 
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly menandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura di Bintan, Kepulauan Riau. Perjanjian untuk mencegah dan memberantas tindak pidana lintas batas negara, seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.
 
Yasonna menjelaskan perjanjian tersebut memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai ketentuan maksimal kedaluwarsa yang diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
 
"Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," ujar Yasonna, Selasa, 25 Januari 2022.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan