3 Temuan Soal Aliran Dana ACT, Jadi Bisnis hingga Perputaran di Luar Negeri
Sri Yanti Nainggolan • 07 Juli 2022 11:40
Jakarta: Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keungan (PPATK) membeberkan sejumlah fakta terkait aliran dana yang diterima Aksi Cepat Tanggap (ACT). ACT menjadi sorotan pascaadanya laporan dari Majalah Tempo yang berjudul 'Kantong Bocor Dana Umat'.
"Transaksi mengindikasikan demikian (ada penyalahgunaan dana)," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat dikonfirmasi, Senin, 4 Juli 2022.
PPATK pun membeberkan sejumlah fakta terkait temuan dana ACT dan tindakan yang dilakukan. Berikut rinciannya:
1. PPATK blokir 60 rekening milik ACT
PPATK memblokir 60 rekening milik ACT. Pemblokiran buntut dugaan penyelewangan dana di lembaga pengumpul dana umat itu. Pemblokiran baru dilakukan menyusul banyaknya laporan dari masyarakat terkait dugaan penyelewengan dana umat.
"Per hari ini PPATK hentikan sementara transaksi 60 rekening, atas nama yayasan tadi (ACT) di 33 penyedia jasa keuangan," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di Gedung PPATK, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Juli 2022.
Ivan memastikan pemblokiran akan terus dilakukan terhadap rekening yang terkait dengan ACT. Pihaknya masih mengumpulkan data dari puluhan penyedia jasa keuangan.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Foto: Medcom.id/Kautsar Widya Prabowo
2. Dana yang diterima ACT dijadikan bisnis
Hasil pemeriksaan PPATK, diduga dana-dana yang masuk dari masyarakat ke rekening ACT tidak langsung disalurkan sebagai sumbangan. Melainkan, dikelola untuk menghasilkan keuntungan.
"Kami menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis. Sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan kepada tujuan," tutur dia.
Ia mencontohkan, ACT terbukti melakukan transaksi keuangan dengan entitas perusahaan luar senilai Rp30 miliar. Setelah ditelusuri, PPATK menemukan perusahaan itu merupakan milik salah satu pendiri ACT. Namun, dirinya tidak menyebut spesifik sosok pendiri ACT dimaksud.
"Kami menemukan ada transaksi lebih dari dua tahun senilai Rp30 miliar yang ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri yayasan ACT," beber dia.
3. Perputaran dana ACT di luar negeri
menemukan 2 ribu transkasi yang mengalir ke yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari sejumlah negara. Angka tersebut tercatat dalam kurun 2014-2022.
"Itu angkanya di atas Rp64 miliar. Kemudian, ada dana keluar (dari ACT) tentunya dari entitas ini ke luar negeri, yaitu dalam lebih dari 450 kali angkanya Rp52 miliar sekian," ujar Ivan.
Beberapa negara yang menerima dan mengalirkan uangnya ke ACT, seperti Jepang, Turki, Inggris, Malaysia, Singapura, Amerika, Jerman, Hongkong, Australia, Belanda, dan lain-lain. Tercatat paling besar transaksi mencapai Rp20 hingga Rp21 miliar.\
Namun, PPATK juga menyebut ACT menyalurkan dana ke sejumlah negara. Diduga uang itu digunakan untuk aktivitas terlarang. "(Sebanyak) 10 negara yang terbesar itu antara lain adalah Turki, kemudian Irlandia, Tiongkok, Palestina, kemudian beberapa negara lain," beber Ivan.
"Ada beberapa transaksi lainnya yang perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut, khususnya oleh teman-teman kita di aparat penegak hukum karena diduga terkait dengan aktivitas terlarang di luar negeri," kata dia.
3. Perputaran dana ACT di luar negeri
menemukan 2 ribu transkasi yang mengalir ke yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari sejumlah negara. Angka tersebut tercatat dalam kurun 2014-2022.
"Itu angkanya di atas Rp64 miliar. Kemudian, ada dana keluar (dari ACT) tentunya dari entitas ini ke luar negeri, yaitu dalam lebih dari 450 kali angkanya Rp52 miliar sekian," ujar Ivan.
Beberapa negara yang menerima dan mengalirkan uangnya ke ACT, seperti Jepang, Turki, Inggris, Malaysia, Singapura, Amerika, Jerman, Hongkong, Australia, Belanda, dan lain-lain. Tercatat paling besar transaksi mencapai Rp20 hingga Rp21 miliar.\
Namun, PPATK juga menyebut ACT menyalurkan dana ke sejumlah negara. Diduga uang itu digunakan untuk aktivitas terlarang. "(Sebanyak) 10 negara yang terbesar itu antara lain adalah Turki, kemudian Irlandia, Tiongkok, Palestina, kemudian beberapa negara lain," beber Ivan.
"Ada beberapa transaksi lainnya yang perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut, khususnya oleh teman-teman kita di aparat penegak hukum karena diduga terkait dengan aktivitas terlarang di luar negeri," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SYN)