Konferensi pers KontraS. Foto: Medcom.id/Zaenal Arifin
Konferensi pers KontraS. Foto: Medcom.id/Zaenal Arifin

Lima Catatan KontraS Terkait HAM di 100 Hari Jokowi-Ma'ruf

Zaenal Arifin • 27 Januari 2020 18:08
Jakarta: Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat lima hal penting terkait Hak Asasi Manusia (HAM) pada 100 hari kerja Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Catatan ini berdasarkan pernyataan, kebijakan, keputusan maupun peristiwa yang terjadi. 
 
Pertama, situasi HAM dinilai semakin dilemahkan. Ini terlihat dari sejumlah pernyataan, keputusan serta kebijakan yang diusung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Penunjukan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan dan Wiranto sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden disoroti. 
 
"Masuknya figur itu semakin memperlemah koalisi masyarakat sipil atau korban menuntut kasus yang selama ini tak terselesaikan. Terlebih lagi upaya negara menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu melalui mekanisme yudisial semakin menguat. Yang mana wacana tersebut bertolak belakang dengan korban," kata Kepala Biro Penelitian, Pemantauan, dan Dokumentasi KontraS Rivanlee Anandar di kantornya, Jakarta, Senin, 27 Januari 2020.

Kedua, awal pemerintahan Jokowi periode kedua ditandai potret buram penegakan hukum dan pelemahan terhadap demokrasi serta pengabaian terhadap HAM.
 
"Contohnya, minimnya akuntabilitas Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara dalam penegakan hukum kasus meninggalnya dua orang mahasiswa Universitas Halu Oleo, bernama Rendi, 21; dan Muhammad Yusuf Kardawi, 19," tutur dia. 
 
Rivanlee menuturkan Polda Sultra cuma menjatuhkan sanksi pelanggaran kode etik pada enam anggotanya. Satu dari enam tersebut diproses pidana.
 
"Tapi publik tidak mengetahui enam anggota tersebut diberi sanksi karena menembak demonstran atau karena tidak mengikuti prosedur, seperti tidak ikut apel rutin dan membawa senjata api," papar dia. 
 
Ketiga, keinginan pemerintah mencapai target kemudahan berbisnis dan iklim investasi melalui perumusan omnibus law dengan menekan kelompok yang dianggap menghambat kegiatan investasi. 
 
"Hal ini akan mendorong state actor (aktor negara) maupun non-state actor (aktor bukan negara) untuk berlaku sewenang-wenang. Ini terlihat pada luas hutan yang berkurang 2,6 juta hektare pada periode pertama Jokowi," tutur dia.
 
Keempat, upaya stigmatisasi kebebasan berekspresi, di mana negara kerap melakukan stigmatisasi pada mereka yang sedang menggunakan hak konstitusional sebagai warga negara.
 
"Stigma yang sering disematkan adalah anarko, komunis, makar bahkan radikal. Stigma tersebut terjadi pada aktivis Papua, mahasiswa maupun PNS," kata dia. 
 
Kelima, upaya mendelegitimasi HAM melalui pernyataan dan sejumlah kebijakan pejabat publik, seperti Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD. Mahfud menyebut tidak ada pelanggaran HAM di era Jokowi.
 
"Alasan repetitif oleh negara atas upaya penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu karena tidak cukup bukti, serta penyataan kontroversial yang menyangkal impunitas," tutur dia. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan