Jakarta: Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Mulyana didakwa menerima uang tunai sebesar ratusan juta rupiah dari pejabat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Suap itu diberikan untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora tahun kegiatan 2018.
Suap itu diberikan oleh Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamid dan Bendahara Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Johnny E Awuy. Selain uang, Mulyana juga menerima suap dalam bentuk lain.
"Terdakwa telah menerima hadiah berupa satu unit mobil Fortuner VRZ TRD hitam metalik nomor polisi B 1749 ZJB, uang Rp300 juta, satu buah kartu ATM debit BNI nomor 5371 7606 3014 6404 dengan saldo senilai Rp100 juta serta satu buah handphone merek Samsung Galaxy Note 9," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronal Worotikan, di Gedung Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin, 6 Mei 2019.
Baca: Sekjen KONI Disebut Usulkan Dana Hibah Rp51 Miliar
Ronal menjelaskan suap ini bermula pada 2018. Saat itu, KONI mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora. Proposal itu terkait pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional, Asian Games, dan Asian Para Games 2018. Kemudian, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan, dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.
"Ada kesepakatan mengenai pemberian komitmen fee dari KONI Pusat kepada pihak Kemenpora sesuai arahan Miftahul Ulum sebagai asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi kepada Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy," tuturnya.
Menurut dia, Mulyana seharusnya mengetahui pemberian hadiah itu untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI. Namun, suap itu tetap diterima oleh Mulyana. Hal itu bertentangan dengan ketentuan pasal 5, 6, dan 7 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Akibat perbuatannya ini, Mulyana disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Jakarta: Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Mulyana didakwa menerima uang tunai sebesar ratusan juta rupiah dari pejabat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Suap itu diberikan untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora tahun kegiatan 2018.
Suap itu diberikan oleh Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamid dan Bendahara Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Johnny E Awuy. Selain uang, Mulyana juga menerima suap dalam bentuk lain.
"Terdakwa telah menerima hadiah berupa satu unit mobil Fortuner VRZ TRD hitam metalik nomor polisi B 1749 ZJB, uang Rp300 juta, satu buah kartu ATM debit BNI nomor 5371 7606 3014 6404 dengan saldo senilai Rp100 juta serta satu buah handphone merek Samsung Galaxy Note 9," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronal Worotikan, di Gedung Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin, 6 Mei 2019.
Baca: Sekjen KONI Disebut Usulkan Dana Hibah Rp51 Miliar
Ronal menjelaskan suap ini bermula pada 2018. Saat itu, KONI mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora. Proposal itu terkait pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional, Asian Games, dan Asian Para Games 2018. Kemudian, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan, dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.
"Ada kesepakatan mengenai pemberian komitmen
fee dari KONI Pusat kepada pihak Kemenpora sesuai arahan Miftahul Ulum sebagai asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi kepada Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy," tuturnya.
Menurut dia, Mulyana seharusnya mengetahui pemberian hadiah itu untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI. Namun, suap itu tetap diterima oleh Mulyana. Hal itu bertentangan dengan ketentuan pasal 5, 6, dan 7 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Akibat perbuatannya ini, Mulyana disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)