Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Utama Perum Jasa Tirta (Dirut PJT) II Jatiluhur, Andrijanto. Dia bakal diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konstruksi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DS (Djoko Saputro)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis, 4 April 2019.
Penyidik juga mengagendakan pemeriksaan terhadap saksi lain yakni pegawai PT Exa Data, Haryo Seno. Dia juga akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas perkara tersangka yang sama.
KPK sebelumnya menetapkan Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) II Djoko Saputro dan satu pihak swasta Andririni Yaktiningsasi (AY) sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konstruksi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017.
Djoko yang diangkat sebagai Dirut PJT II pada 2016 silam diduga memerintahkan jajarannya untuk merelokasi anggaran. Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan Pengembangan SDM dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp2,8 miliar menjadl Rp9,55 miliar.
Baca juga: Keterlibatan Yayasan di Korupsi Jasa Tirta II Ditelisik
Relokasi anggaran perencanaan strategis korporat dan proses bisnis itu sendiri bernilai Rp3.820.000.000. Sedangkan, perencanaan komprehensif pengembangan SDM PJT II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan sejumlah Rp5.730.000.000.
Usai melakukan revisi anggaran, Djoko lantas mengutus Andririni sebagai pelaksana pada kedua kegiatan tersebut. Untuk mengerjakan dua kegiatan itu, Andririni pun diduga menggunakan nama perusahaan PT Bandung Management Economic Center dan PT 2001 Pangripta.
Realisasi penerimaan pembayaran untuk kedua pelaksanaan proyek sampai dengan akhir tahun 2017 diduga mencapai Rp5.564.413.800. Tak hanya itu, Andririni dan Djoko juga diduga telah mencantumkan nama para ahli di dalam kontrak hanya sebagai formalitas untuk memenuhi syarat administrasi lelang.
Djoko dan Andririni disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Utama Perum Jasa Tirta (Dirut PJT) II Jatiluhur, Andrijanto. Dia bakal diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konstruksi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DS (Djoko Saputro)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis, 4 April 2019.
Penyidik juga mengagendakan pemeriksaan terhadap saksi lain yakni pegawai PT Exa Data, Haryo Seno. Dia juga akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas perkara tersangka yang sama.
KPK sebelumnya menetapkan Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) II Djoko Saputro dan satu pihak swasta Andririni Yaktiningsasi (AY) sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konstruksi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017.
Djoko yang diangkat sebagai Dirut PJT II pada 2016 silam diduga memerintahkan jajarannya untuk merelokasi anggaran. Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan Pengembangan SDM dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp2,8 miliar menjadl Rp9,55 miliar.
Baca juga:
Keterlibatan Yayasan di Korupsi Jasa Tirta II Ditelisik
Relokasi anggaran perencanaan strategis korporat dan proses bisnis itu sendiri bernilai Rp3.820.000.000. Sedangkan, perencanaan komprehensif pengembangan SDM PJT II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan sejumlah Rp5.730.000.000.
Usai melakukan revisi anggaran, Djoko lantas mengutus Andririni sebagai pelaksana pada kedua kegiatan tersebut. Untuk mengerjakan dua kegiatan itu, Andririni pun diduga menggunakan nama perusahaan PT Bandung Management Economic Center dan PT 2001 Pangripta.
Realisasi penerimaan pembayaran untuk kedua pelaksanaan proyek sampai dengan akhir tahun 2017 diduga mencapai Rp5.564.413.800. Tak hanya itu, Andririni dan Djoko juga diduga telah mencantumkan nama para ahli di dalam kontrak hanya sebagai formalitas untuk memenuhi syarat administrasi lelang.
Djoko dan Andririni disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)