Jakarta: Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan, menilai tuntutan hukuman mati kepada terpidana kasus korupsi ASABRI, Heru Hidayat bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku kasus korupsi berskala besar. JPU kata Arteria sah-sah saja melayangkan tuntutan mati terhadap Heru.
"Saya melihat dalam satu pihak ini adalah satu spirit dan semangat institusi kejaksaan untuk bagaimana melakukan sikap terkait dengan pencegahan tindak pidana korupsi, karena memang dalam beberapa penjelasannya tuntutan mati ini diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para koruptor berskala besar," kata Arteria, Selasa, 7 Desember 2021.
Arteria berharap, langkah itu bisa menjadi sebuah inovasi dalam penegakan hukum kasus korupsi di Indonesia. dan majelis hakim bisa memberikan pertimbangan seadil-adilnya.
"Semangat dan politik hukum kejaksaan terkait dengan perilaku-perilaku koruptif yang berskala besar ini kan belum pernah dihadirkan, ini inovasi ya mudah-mudahan apa yang disampaikan beliau itu bisa menimbulkan efek jera, ini kan baru tuntutan bukan menjadi suatu vonis," ujar Arteria.
Baca: Profil Heru Hidayat, Terdakwa Kasus Korupsi ASABRI yang Dituntut Hukuman Mati
Sebelumnya, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat, dituntut hukuman mati dalam kasus dugaan korupsi di PT. Hukuman itu dinilai pantas untuk Heru.
"Menghukum terdakwa Heru Hidayat dengan pidana mati," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin, 6 Desember 2021.
Jaksa menilai hukuman itu wajar karena Heru juga terlibat dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya, Heru dihukum penjara seumur hidup dengan kerugian negaranya lebih dari Rp16 triliun.
Selain itu, tindakan Heru masuk kategori kejahatan luar biasa. Dia juga tidak mendukung pemerintah dalam membuat penyelenggara negara yang bersih serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Jaksa menilai tidak ada tindakan yang bisa meringankan hukuman Heru. Beberapa hal meringankan yang ada di persidangan ditolak jaksa.
"Meski dalam persidangan ada hal-hal yang meringankan dalam diri terdakwa namun, hal-hal tersebut tidak sebanding dengan kerugian negara yang ditimbulkan akibat dari perbuatan terdakwa. Oleh karena itu hal-hal tersebut patutlah dikesampingkan," tegas jaksa.
Jaksa juga meminta hakim memberikan hukuman pidana pengganti Rp12,64 triliun ke Heru. Hukuman pidana pengganti itu wajib dibayar dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap.
"Dengan ketentuan tidak dibayar sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk uang pengganti tersebut," ujar jaksa.
Tidak ada tambahan hukuman penjara jika harta benda Heru tidak mencukupi. Sebab, jaksa menuntut Heru dengan hukuman mati.
Dalam kasus rasuah ini, Heru disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dia juga disangkakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Jakarta: Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan, menilai tuntutan hukuman mati kepada terpidana kasus korupsi ASABRI, Heru Hidayat bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku kasus korupsi berskala besar. JPU kata Arteria sah-sah saja melayangkan tuntutan mati terhadap Heru.
"Saya melihat dalam satu pihak ini adalah satu spirit dan semangat institusi kejaksaan untuk bagaimana melakukan sikap terkait dengan pencegahan tindak pidana korupsi, karena memang dalam beberapa penjelasannya tuntutan mati ini diharapkan dapat memberikan efek jera kepada para koruptor berskala besar," kata Arteria, Selasa, 7 Desember 2021.
Arteria berharap, langkah itu bisa menjadi sebuah inovasi dalam penegakan hukum kasus korupsi di Indonesia. dan majelis hakim bisa memberikan pertimbangan seadil-adilnya.
"Semangat dan politik hukum kejaksaan terkait dengan perilaku-perilaku koruptif yang berskala besar ini kan belum pernah dihadirkan, ini inovasi ya mudah-mudahan apa yang disampaikan beliau itu bisa menimbulkan efek jera, ini kan baru tuntutan bukan menjadi suatu vonis," ujar Arteria.
Baca:
Profil Heru Hidayat, Terdakwa Kasus Korupsi ASABRI yang Dituntut Hukuman Mati
Sebelumnya, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat, dituntut hukuman mati dalam kasus dugaan korupsi di PT. Hukuman itu dinilai pantas untuk Heru.
"Menghukum terdakwa Heru Hidayat dengan pidana mati," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin, 6 Desember 2021.
Jaksa menilai hukuman itu wajar karena Heru juga terlibat dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya, Heru dihukum penjara seumur hidup dengan kerugian negaranya lebih dari Rp16 triliun.
Selain itu, tindakan Heru masuk kategori kejahatan luar biasa. Dia juga tidak mendukung pemerintah dalam membuat penyelenggara negara yang bersih serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Jaksa menilai tidak ada tindakan yang bisa meringankan hukuman Heru. Beberapa hal meringankan yang ada di persidangan ditolak jaksa.
"Meski dalam persidangan ada hal-hal yang meringankan dalam diri terdakwa namun, hal-hal tersebut tidak sebanding dengan kerugian negara yang ditimbulkan akibat dari perbuatan terdakwa. Oleh karena itu hal-hal tersebut patutlah dikesampingkan," tegas jaksa.
Jaksa juga meminta hakim memberikan hukuman pidana pengganti Rp12,64 triliun ke Heru. Hukuman pidana pengganti itu wajib dibayar dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap.
"Dengan ketentuan tidak dibayar sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk uang pengganti tersebut," ujar jaksa.
Tidak ada tambahan hukuman penjara jika harta benda Heru tidak mencukupi. Sebab, jaksa menuntut Heru dengan hukuman mati.
Dalam kasus rasuah ini, Heru disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dia juga disangkakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)