Ilustrasi KPK/Medcom.id/Fachri
Ilustrasi KPK/Medcom.id/Fachri

Deja Vu Pelanggaran Etik KPK

Candra Yuri Nuralam • 28 Juli 2023 09:22
Jakarta: Dewan Pengawas (Dewas) tengah menjalankan persidangan dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak. Peradilan instansi pertama itu dimulai pada Kamis, 27 Juli 2023.
 
Agenda persidangan perdana yakni pemeriksaan saksi. Total, ada tiga pimpinan KPK yakni Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, dan Ketua Lembaga Antirasuah Firli Bahuri.
 
Namun, Firli tidak memenuhi panggilan. Sebab, dia sedang menjalankan perjalanan dinas di Manado. Dalam kasus ini, Johanis diduga melanggar etik karena berkomunikasi dengan Sekretariat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Idris Froyoto Sihite.

Dewas menduga keduanya tengah bermain di belakang layar. Kasus ini juga bermula karena adanya laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Komunikasi Idris dan Johanis terbongkar karena hasil pemeriksaan forensik digital, dan sempat tersebar di media sosial beberapa waktu lalu.
 
Baca: Sidang Etik Johanis Tanak Dilanjutkan 4 Agustus

Komunikasi mereka diduga melanggar etik karena Idris merupakan salah satu pihak yang berkaitan dengan perkara yang ditangani KPK. Dia juga pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penyaluran tunjangan kinerja (tukin) pegawai Kementerian ESDM.
 
Deja Vu
 
Kejadian ini mengingatkan tentang mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar yang pernah berkomunikasi dengan eks Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. Keduanya saat itu membahas penanganan perkara jual beli jabatan yang menjerat Syahrial.
 
Komunikasi Lili dengan Syahrial dibantu dengan seseorang bernama Fahri Aceh. Mantan Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju juga terjerat dalam skandal ini.
 
Lili saat itu mendapatkan hukuman berat dari Dewas KPK. Gajinya dipotong 40 persen selama setahun.
 
"Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Senin, 30 Agustus 2021.
 
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut pola dugaan pelanggaran etik Johanis sama dengan Lili. Keduanya menjalani persidangan instansi karena berkomunikasi dengan pihak yang memiliki keterkaitan dengan kasus yang ditanganinya.
 
Dua kejadian itu dinilai layaknya deja vu. Dia melihat ada kesalahan dalam pemilihan Johanis saat menggantikan Lili.
 
"Betul, nampaknya pola rekruitmen itu gagal, makanya harus orang yang independen, jangan birokrat atau bekas birokrat," ucap Fickar kepada Medcom.id, Jumat, 28 Juli 2023.
 
Menggerus kepercayaan publik
 
Fickar menilai sidang dugaan pelanggaran etik Johanis bisa menggerus kepercayaan publik terhadap KPK. Sebab, pengganti Lili yang memundurkan diri karena permasalahan etik malah berurusan dengan peradilan instansi.
 
"Pasti ini akan menggerus kepercayaan publik kepada KPK. KPK seharusnya lebih bersih dari aparatur lainnya," ucap Fickar.
 
Fickar menyebut dugaan pelanggaran etik seharusnya tidak menjadi skandal pimpinan KPK. Sebab, mereka harus menjadi contoh baik bagi pejabat di instansi lain.
 
"Gajinya sudah cukup besar, tapi masih saja tidak beres, sejarah penegakan hukum korupsi telah tercoreng oleh KPK generasi yang sekarang," ujar Fickar.
 
Karenanya dia meminta skandal etik pimpinan KPK yang sekarang dijadikan patokan dalam pemilihan komisioner selanjutnya. Fickar menyebut Lembaga Antirasuah tidak boleh lagi mencatatkan sejarah hitam di Indonesia.
 
"Ke depan harus orang-orang yang independen," kata Fickar.
 
Misteri tanggal 27 Maret
 
Nawawi Pomolango mengaku diminta majelis etik memberikan informasi terkait kegiatan pimpinan KPK pada 27 Maret 2023. Seingatnya, saat itu sedang ada ekspose kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaran Formula E di Jakarta.
 
"Ditanyakan aktivitas kami di tanggal 27 Maret," kata Nawawi, kemarin.
 
Dia menyebut ekspose yang berlangsung bukan dugaan korupsi penyaluran dana tunjangan kinerja di Kementerian ESDM. Tapi, pada hari itu juga ada penggeledahan.
 
"Cuma hari itu, nah dalam rapat itu ada pemberitahuan bahwa penggeledahan di (Kementerian) ESDM itu," ujar Nawawi.
 
Nawawi tidak mengetahui percakapan Johanis yang dipermasalahkan. Dia menyerahkan pertimbangannya ke Dewas KPK.
 
Sidang belum kelar
 
Dewas KPK belum selesai menyidangkan Johanis secara etik. Peradilan instansi itu bakal digelar lagi pekan depan.
 
"Sidang lagi hari Jumat, 4 Agustus 2023, minggu depan," kata anggota Dewas KPK Albertina Ho, kemarin.
 
Albertina enggan memerinci isi persidangan karena bersifat rahasia. Informasi mendalam baru dibeberkan majeli dalam pembacaan vonis nanti.
 
"Ini kan tertutup untuk umum," ucap Albertina.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan