Jakarta: Sidang pembacaan putusan sela enam terdakwa pengeroyok pegiat media sosial, Ade Armando, ditunda. Pasalnya, salah satu kuasa hukum terdakwa, Abdul Latif, memohon untuk membacakan nota keberatan atau eksepsi.
"Sidang kita tunda dengan memberikan kesempatan kepada penuntun umum untuk memberikan tanggapan," kata Ketua Majelis Hakim Dewa Ketut Kartana saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu, 13 Juli 2022.
Sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 14 Juli 2022, untuk mendengarkan tanggapan atas eksepsi Abdul Latif. Eksepsi dibacakan kuasa hukum Abdul Latif, Eggi Sudjana.
Pada eksepsinya, Eggi keberatan kliennya tidak didampingi kuasa hukum sejak pemeriksaan di Polri. Dia mengeklaim jaksa tetap melanjutkan perkara tersebut ke pengadilan meskipun kliennya tak diberikan hak untuk didampingi selama pemeriksaan.
"Pasal 114 Jo Pasal 56 ayat (1) KUHAP sudah menegaskan bahwa bantuan hukum itu wajib disediakan oleh pejabat yang memeriksa di setiap tingkat pemeriksaan," ujar Eggi.
Eggi mengatakan kondisi yang dialami kliennya membuat berita acara pemeriksaan (BAP) hingga surat dakwaan jaksa tidak sah. Sehingga, batal demi hukum.
"Memohon kepada hakim yang mulia, menetapkan pemeriksaan perkara terhadap terdakwa tidak dilanjutkan. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan mengeluarkannya dari tahanan," ujar Eggi.
Dakwaan lengkap
Pada perkara ini, Abdul Latif, Marcos Iswan, Komar, Al Fikri Hidayatullah, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja didakwa melakukan kekerasan secara bersama-sama kepada Ade Armando. Peristiwa kekerasan tersebut terjadi di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat, pukul 15.00 WIB, pada 11 April 2022.
Kasus itu bermula ketika enam terdakwa mengetahui ada unjuk yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di depan Gedung DPR. Mereka disebut berasal dari Partai Masyumi dan bermaksud ikut serta dalam unjuk rasa tetapi bukan bagian dari kelompok mahasiswa.
Marcos, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja merupakan pengemudi ojek daring. Komar berprofesi sebagai sopir, sedangkan Abdul seorang buruh.
Saat massa unjuk rasa mulai membubarkan diri, terdengar suara yang meneriakkan 'itu Ade Armando, kroyok'. Teriakan itu membuat Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja melakukan tindakan kekerasan ketika Ade Armando melintas di hadapan mereka.
Marcos disebut menendang menggunakan kaki kanannya sebanyak dua kali dan membuat Ade Armando terjatuh. Komar memukul bagian kepala Ade Armando satu kali.
Kemudian, Abdul memukul pipi Ade Armando satu kali. Bagja berperan menarik kaos Ade Armando.
Lalu, Al Fikri memukul bagian mata kanan Ade Armando dan tiga kali menendang perutnya. Sedangkan, Dhia Ul Haq memukul kepala bagian belakang Ade Armando.
Perbuatan tersebut membuat Ade Armando terluka parah. Dia terluka di bagian wajah, kepala, serta cedera di otak.
Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja didakwa melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP. Lalu, melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP sebagai dakwaan subsider.
Jakarta: Sidang pembacaan putusan sela enam terdakwa
pengeroyok pegiat media sosial,
Ade Armando, ditunda. Pasalnya, salah satu kuasa hukum terdakwa, Abdul Latif, memohon untuk membacakan nota keberatan atau eksepsi.
"Sidang kita tunda dengan memberikan kesempatan kepada penuntun umum untuk memberikan tanggapan," kata Ketua Majelis Hakim Dewa Ketut Kartana saat persidangan di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu, 13 Juli 2022.
Sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 14 Juli 2022, untuk mendengarkan tanggapan atas eksepsi Abdul Latif. Eksepsi dibacakan kuasa hukum Abdul Latif, Eggi Sudjana.
Pada eksepsinya, Eggi keberatan kliennya tidak didampingi kuasa hukum sejak pemeriksaan di Polri. Dia mengeklaim jaksa tetap melanjutkan perkara tersebut ke pengadilan meskipun kliennya tak diberikan hak untuk didampingi selama pemeriksaan.
"Pasal 114 Jo Pasal 56 ayat (1) KUHAP sudah menegaskan bahwa bantuan hukum itu wajib disediakan oleh pejabat yang memeriksa di setiap tingkat pemeriksaan," ujar Eggi.
Eggi mengatakan kondisi yang dialami kliennya membuat berita acara pemeriksaan (BAP) hingga surat dakwaan jaksa tidak sah. Sehingga, batal demi hukum.
"Memohon kepada hakim yang mulia, menetapkan pemeriksaan perkara terhadap terdakwa tidak dilanjutkan. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan mengeluarkannya dari tahanan," ujar Eggi.
Dakwaan lengkap
Pada perkara ini, Abdul Latif, Marcos Iswan, Komar, Al Fikri Hidayatullah, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja didakwa melakukan kekerasan secara bersama-sama kepada Ade Armando. Peristiwa kekerasan tersebut terjadi di depan Gedung DPR, Jakarta Pusat, pukul 15.00 WIB, pada 11 April 2022.
Kasus itu bermula ketika enam terdakwa mengetahui ada unjuk yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di depan Gedung DPR. Mereka disebut berasal dari Partai Masyumi dan bermaksud ikut serta dalam unjuk rasa tetapi bukan bagian dari kelompok mahasiswa.
Marcos, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja merupakan pengemudi ojek daring. Komar berprofesi sebagai sopir, sedangkan Abdul seorang buruh.
Saat massa unjuk rasa mulai membubarkan diri, terdengar suara yang meneriakkan 'itu Ade Armando, kroyok'. Teriakan itu membuat Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja melakukan tindakan kekerasan ketika Ade Armando melintas di hadapan mereka.
Marcos disebut menendang menggunakan kaki kanannya sebanyak dua kali dan membuat Ade Armando terjatuh. Komar memukul bagian kepala Ade Armando satu kali.
Kemudian, Abdul memukul pipi Ade Armando satu kali. Bagja berperan menarik kaos Ade Armando.
Lalu, Al Fikri memukul bagian mata kanan Ade Armando dan tiga kali menendang perutnya. Sedangkan, Dhia Ul Haq memukul kepala bagian belakang Ade Armando.
Perbuatan tersebut membuat Ade Armando terluka parah. Dia terluka di bagian wajah, kepala, serta cedera di otak.
Marcos, Komar, Abdul, Al Fikri, Dhia Ul Haq, dan Bagja didakwa melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP. Lalu, melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP sebagai dakwaan subsider.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)