Soal Upaya Jemput Paksa Lukas Enembe, KPK Bilang Begini
Fachri Audhia Hafiez • 15 Oktober 2022 08:42
Jakarta: Gubernur Papua Lukas Enembe tak kunjung memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga Antikorupsi bicara soal upaya penjemputan paksa politikus Partai Demokrat tersebut.
"Secara normatif kan jemput paksa itu memang boleh ya menurut hukum acara pidana," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Leuweung Geledegan Ecolodge, Bogor, Jawa Barat, Jumat, 14 Oktober 2022.
Ali menuturkan syarat dilakukan penjemputan paksa, yakni ketika saksi ataupun tersangka tak kunjung datang meski sudah dipanggil sebanyak tiga kali. Selain itu, alasan ketidakhadiran tak berdasarkan hukum.
KPK tak memungkiri banyak hal yang dipertimbangkan dalam menangani perkara Lukas. Salah satunya terkait kondisi lapangan di Papua.
"Karena ini wilayah Papua, teman-teman semuanya juga paham tentang ini. Tetapi yang terpenting bagi kami dalam proses penanganan perkara ini adalah hanya fokus ke keterangan tersangka," jelas Ali.
Ali menuturkan KPK sudah memberikan ruang kepada Lukas untuk menyampaikan keterangan saat pemanggilan penyidik. Namun, ia tak memanfaatkan momentum tersebut.
"Sesungguhnya ketika LE (Lukas Enembe) atau penasihat hukumnya tidak hadir adalah rugi, kenapa? Karena dia sudah diberikan ruang dan tempat tapi tidak menggunakan kesempatan itu," ucap Ali.
KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek yang bersumber APBD Provinsi Papua. Dia sudah dua kali dipanggil oleh KPK.
Pertama sebagai saksi untuk hadir pada 12 September 2022. Ia tidak hadir pada pemanggilan di Markas Brimob Jayapura tersebut dengan alasan sakit.
Pemanggilan kedua, Lukas dipanggil sebagai tersangka pada Senin, 26 September 2022. Namun Lukas kembali mangkir dengan alasan sakit.
Jakarta: Gubernur Papua Lukas Enembe tak kunjung memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga Antikorupsi bicara soal upaya penjemputan paksa politikus Partai Demokrat tersebut.
"Secara normatif kan jemput paksa itu memang boleh ya menurut hukum acara pidana," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Leuweung Geledegan Ecolodge, Bogor, Jawa Barat, Jumat, 14 Oktober 2022.
Ali menuturkan syarat dilakukan penjemputan paksa, yakni ketika saksi ataupun tersangka tak kunjung datang meski sudah dipanggil sebanyak tiga kali. Selain itu, alasan ketidakhadiran tak berdasarkan hukum.
KPK tak memungkiri banyak hal yang dipertimbangkan dalam menangani perkara Lukas. Salah satunya terkait kondisi lapangan di Papua.
"Karena ini wilayah Papua, teman-teman semuanya juga paham tentang ini. Tetapi yang terpenting bagi kami dalam proses penanganan perkara ini adalah hanya fokus ke keterangan tersangka," jelas Ali.
Ali menuturkan KPK sudah memberikan ruang kepada Lukas untuk menyampaikan keterangan saat pemanggilan penyidik. Namun, ia tak memanfaatkan momentum tersebut.
"Sesungguhnya ketika LE (Lukas Enembe) atau penasihat hukumnya tidak hadir adalah rugi, kenapa? Karena dia sudah diberikan ruang dan tempat tapi tidak menggunakan kesempatan itu," ucap Ali.
KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek yang bersumber APBD Provinsi Papua. Dia sudah dua kali dipanggil oleh KPK.
Pertama sebagai saksi untuk hadir pada 12 September 2022. Ia tidak hadir pada pemanggilan di Markas Brimob Jayapura tersebut dengan alasan sakit.
Pemanggilan kedua, Lukas dipanggil sebagai tersangka pada Senin, 26 September 2022. Namun Lukas kembali mangkir dengan alasan sakit. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)