Mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta. Foto: MI/Rommy Pujianto.
Mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta. Foto: MI/Rommy Pujianto.

Dorodjatun Kuntjoro Jakti Kembali Digarap KPK

Damar Iradat • 02 Januari 2018 11:07
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa mantan Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti. Dia bakal dimintai keterangan soal kasus dugaan korupsi penerbitan surat keterangan lunas bantuan likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
 
Dorodjatun sedianya tak masuk dalam jadwal pemeriksaan saksi dan tersangka yang biasa dirilis KPK. Namun, menteri era Presiden Megawati Soekarnoputri itu tampak hadir di KPK pada sekitar pukul 10.00 WIB, Selasa, 2 Januari 2018, .
 
"Diperiksa sebagai saksi dalam kasus BLBI untuk tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi.

Ini bukan kali pertama Dorodjatun diperiksa Lembaga Antikorupsi. Dia sudah beberapa kali dimintai keterangan soal kasus yang merugikan negara hingga Rp3,7 triliun itu.
 
Syafruddin sebelumnya mengatakan penerbitan SKL BLBI kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) disebut tidak menyalahi aturan. Alasannya, penerbitan SKL BDNI telah disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).
 
Ia menyebut persetujuan KKSK merujuk pada keputusan KKSK Nomor 01/K.KKSK/03/2004 tertanggal 17 Maret 2004. Surat tersebut berisi tentang persetujuan pemberian bukti penyelesaian kewajiban kepada BDNI.
 
Saat itu, lanjut Syafruddin, ketua KKSK adalah Dorodjatun Kuntjoro Jakti. Komite itu beranggotakan Menteri Keuangan Boediono, Kepala Bappenas Kwik Kian Gie, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno serta Menteri BUMN Laksamana Sukardi.
 
Dia menjelaskan salah satu kewenangan KKSK adalah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana induk penyehatan perbankan yang disusun BPPN. Kewenangan KKSK diperkuat dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8/2002, yang dikeluarkan Megawati.
 
Baca: Target KPK Tuntaskan Kasus KTP-el dan BLBI
 
Syafruddin membantah keputusannya menerbitkan SKL BLBI kepada BDNI merugikan negara. Dia menepis tudingan yang menyebut kalau dirinya mendapat imbalan atas penerbitan SKL untuk BDNI tersebut.
 
Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka. Syafruddin sempat mengajukan praperadilan, tetapi gugatannya tersebut ditolak.
 
Syafruddin diduga kongkalikong serta menerbitkan SKL BLBI untuk pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang mengakibatkan kerugian negara. Atas perbuatannya, Syafruddin Temenggung disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan