Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) TNI Marsekal (Purn) Agus Supriatna. Dia akan dimintai keterangan soal kasus dugaan korupsi pembelian helikopter Augusta Westland (AW) 101.
"Agus akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IKS (Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 27 November 2017.
KPK belum membuka materi pemeriksaan yang akan diajukan kepada Agus. Namun, pada konferensi pers beberapa waktu lalu, KPK sudah bekerja sama dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk menuntaskan kasus korupsi di internal TNI.
Sementara itu, tersangka Irfan diduga kuat telah menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi dalam pengadaan helikopter AW-101 di TNI AU tahun anggaran 2016-2017. Dia diduga menyalahgunakan wewenang dan jabatannya sehingga merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Kasus ini mencuat pada April 2016. Saat itu, TNI AU mengadakan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus atau proses lelang yang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang.
Irfan selaku presiden direktur PT Diratama Jaya Mandiri dan diduga pengendali PT Karya Cipta Gemilang mengikutsertakan dua perusahaan miliknya dalam proses lelang tersebut. Namun, sebelum proses lelang, Irfan sudah menandatangani kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak USD39,3 juta atau sekitar Rp514 miliar.
Baca: KPK Siap Menghadapi Praperadilan Tersangka Korupsi Heli AW-101
Saat ditunjuk sebagai pemenang lelang pada Juli 2016, Irfan mewakili PT Diratama Jaya Mandiri justru menandatangani kontrak dengan TNI AU senilai Rp738 miliar. Akibatnya, negara diduga dirugikan sekitar Rp224 miliar.
Atas perbuatannya, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/akWywn0N" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) TNI Marsekal (Purn) Agus Supriatna. Dia akan dimintai keterangan soal kasus dugaan korupsi pembelian helikopter Augusta Westland (AW) 101.
"Agus akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IKS (Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 27 November 2017.
KPK belum membuka materi pemeriksaan yang akan diajukan kepada Agus. Namun, pada konferensi pers beberapa waktu lalu, KPK sudah bekerja sama dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk menuntaskan kasus korupsi di internal TNI.
Sementara itu, tersangka Irfan diduga kuat telah menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi dalam pengadaan helikopter AW-101 di TNI AU tahun anggaran 2016-2017. Dia diduga menyalahgunakan wewenang dan jabatannya sehingga merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Kasus ini mencuat pada April 2016. Saat itu, TNI AU mengadakan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus atau proses lelang yang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang.
Irfan selaku presiden direktur PT Diratama Jaya Mandiri dan diduga pengendali PT Karya Cipta Gemilang mengikutsertakan dua perusahaan miliknya dalam proses lelang tersebut. Namun, sebelum proses lelang, Irfan sudah menandatangani kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak USD39,3 juta atau sekitar Rp514 miliar.
Baca: KPK Siap Menghadapi Praperadilan Tersangka Korupsi Heli AW-101
Saat ditunjuk sebagai pemenang lelang pada Juli 2016, Irfan mewakili PT Diratama Jaya Mandiri justru menandatangani kontrak dengan TNI AU senilai Rp738 miliar. Akibatnya, negara diduga dirugikan sekitar Rp224 miliar.
Atas perbuatannya, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)