Jakarta: Wakil Presiden Jusuf Kalla tak sepakat dengan wacana penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) atas Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penerbitan perppu itu justru akan menunjukkan lemahnya kewibawaan Presiden Joko Widodo karena menganulir keputusannya.
"Kan baru saja Presiden teken berlaku (revisi UU KPK), masa langsung Presiden sendiri menarik itu. Di mana kita mau tempatkan kewibawaan pemerintah? Baru meneken berlaku, lalu satu minggu kemudian ditarik lagi. Logikanya di mana?" kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2019.
Penerbitan perppu juga tidak menjamin emosi masyarakat mereda, sehingga aksi demonstrasi berhenti. "Belum tentu juga. Siapa yang menjamin," ucap dia.
JK mengusulkan polemik UU KPK itu diselesaikan melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi, meski UU baru tersebut belum dinomori. "Saya tidak ingin memberikan komentar tentang perppu karena sudah berjalan di MK. Lebih baik kita tunggu apa yang di MK, kan sudah berjalan proses di MK."
Presiden sebelumnya mengaku akan mempertimbangkan penerbitan Perppu KPK. Aturan itu akan menganulir UU KPK yang telah disepakati DPR dan pemerintah untuk direvisi.
Saat pembahasan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, Presiden mengirimkan surat presiden (surpres) ke DPR. Surpres itu berisi, Presiden memerintahkan Menteri Hukum dan HAM, yang saat itu dijabat Yasonna Laoly, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Syafruddin, sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan revisi.
Ikatan Alumni Universitas Indonesia Sekolah Pascasarjana (Iluni SPs) mendukung apa pun keputusan yang akan diambil Presiden terkait dengan UU KPK hasil revisi maupun RUU KUHP serta undang-undang lainnya.
Berkedok demo
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) mengimbau para siswa agar tidak terbawa arus ikut berdemonstrasi yang disertai perusakan fasilitas umum. Para pelajar diminta menolak untuk dijadikan tameng pihak yang menginginkan terjadinya kerusuhan di Jakarta.
"Melihat fenomena sekarang bahwa pelajar (SMA/sederajat) bukan ranahnya mewakili aspirasi di lapangan dengan berdemo, apalagi merusak fasilitas umum. Seharusnya pelajar itu menunjukkan prestasi dan kapabilitasnya untuk bangsa dan negara serta berani bersaing di dunia internasional," kata Wakil Ketua Umum Pengurus Pusat IPNU Muhamad Muhadzab.
Anggota DPR dari Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni, meminta para pelajar untuk berpikir rasional dan tidak mudah terhasut isu yang beredar di media sosial.
"Ini bangsa harus kita cintai seutuhnya. Ke depan, bangsa semakin modern dan teknologi semakin luar biasa. Jangan termakan isu di media sosial, belajar berpikir tentang rasional. Jangan terbawa hasutan isu yang sedang diramaikan. Media sosial ini dalam hitungan detik, kalian semua bisa tahu, tapi apakah informasi di media sosial itu benar adanya? Belum tentu," ujar Sahroni.
Jakarta: Wakil Presiden Jusuf Kalla tak sepakat dengan wacana penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) atas Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penerbitan perppu itu justru akan menunjukkan lemahnya kewibawaan Presiden Joko Widodo karena menganulir keputusannya.
"Kan baru saja Presiden teken berlaku (revisi UU KPK), masa langsung Presiden sendiri menarik itu. Di mana kita mau tempatkan kewibawaan pemerintah? Baru meneken berlaku, lalu satu minggu kemudian ditarik lagi. Logikanya di mana?" kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2019.
Penerbitan perppu juga tidak menjamin emosi masyarakat mereda, sehingga aksi demonstrasi berhenti. "Belum tentu juga. Siapa yang menjamin," ucap dia.
JK mengusulkan polemik UU KPK itu diselesaikan melalui
uji materi di Mahkamah Konstitusi, meski UU baru tersebut belum dinomori. "Saya tidak ingin memberikan komentar tentang perppu karena sudah berjalan di MK. Lebih baik kita tunggu apa yang di MK, kan sudah berjalan proses di MK."
Presiden sebelumnya mengaku akan mempertimbangkan penerbitan Perppu KPK. Aturan itu akan menganulir UU KPK yang telah disepakati DPR dan pemerintah untuk direvisi.
Saat pembahasan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, Presiden mengirimkan surat presiden (surpres) ke DPR. Surpres itu berisi, Presiden memerintahkan Menteri Hukum dan HAM, yang saat itu dijabat Yasonna Laoly, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Syafruddin, sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan revisi.
Ikatan Alumni Universitas Indonesia Sekolah Pascasarjana (Iluni SPs) mendukung apa pun keputusan yang akan diambil Presiden terkait dengan UU KPK hasil revisi maupun RUU KUHP serta undang-undang lainnya.
Berkedok demo
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) mengimbau para siswa agar tidak terbawa arus ikut berdemonstrasi yang disertai perusakan fasilitas umum. Para pelajar diminta menolak untuk dijadikan tameng pihak yang menginginkan terjadinya kerusuhan di Jakarta.
"Melihat fenomena sekarang bahwa pelajar (SMA/sederajat) bukan ranahnya mewakili aspirasi di lapangan dengan berdemo, apalagi merusak fasilitas umum. Seharusnya pelajar itu menunjukkan prestasi dan kapabilitasnya untuk bangsa dan negara serta berani bersaing di dunia internasional," kata Wakil Ketua Umum Pengurus Pusat IPNU Muhamad Muhadzab.
Anggota DPR dari Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni, meminta para pelajar untuk berpikir rasional dan tidak mudah terhasut isu yang beredar di media sosial.
"Ini bangsa harus kita cintai seutuhnya. Ke depan, bangsa semakin modern dan teknologi semakin luar biasa. Jangan termakan isu di media sosial, belajar berpikir tentang rasional. Jangan terbawa hasutan isu yang sedang diramaikan. Media sosial ini dalam hitungan detik, kalian semua bisa tahu, tapi apakah informasi di media sosial itu benar adanya? Belum tentu," ujar Sahroni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AZF)