Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Operasi dan Pelayanan PT Angkasa Pura II, Ituk Herarindri. Dia akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek Baggage Handling System (BHS) pada PT Angkasa Pura Propetindo, yang dilaksanakan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI) Persero.
“Yang bersangkutan ajan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AYA (Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II, Andra Y Agussalam),” kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2019.
Penyidik juga memanggil Iqbal Martin dari pihak swasta. Keterangan Iqbal dibutuhkan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Andra.
KPK menetapkan Andra dan staf PT INTI, Taswin Nur, sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek BHS. Andra selaku penerima suap dan Taswin pemberi suap.
Andra diduga mengarahkan Angkasa Pura Propertindo untuk menunjuk langsung PT INTI sebagai penggarap proyek BHS. Proyek senilai Rp86 miliar ini dioperasikan oleh Angkasa Pura Propertindo.
Baca: Dirut Angkasa Pura II Diyakini Tahu Suap Proyek BHS
Andra disinyalir mengarahkan Executive General Manager Divisi Airport Maintainance Angkasa Pura II, Marzuki Battung, menyusun spesifikasi teknis terkait proyek tersebut. Padahal, berdasarkan penilaian tim teknis Angkasa Pura Propertindo harga penawaran PT INTI terlalu mahal.
Andra juga diduga mengarahkan Direktur Angkasa Pura Propertindo, Wisnu Raharjo, untuk mempercepat penandatanganan kontrak antara Angkasa Pura Propertindo dan PT INTI. Tujuannya, agar uang muka segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagai modal awal.
Andra selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.
Taswin sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Operasi dan Pelayanan PT Angkasa Pura II, Ituk Herarindri. Dia akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek
Baggage Handling System (BHS) pada PT Angkasa Pura Propetindo, yang dilaksanakan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI) Persero.
“Yang bersangkutan ajan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AYA (Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II, Andra Y Agussalam),” kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2019.
Penyidik juga memanggil Iqbal Martin dari pihak swasta. Keterangan Iqbal dibutuhkan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Andra.
KPK menetapkan Andra dan staf PT INTI, Taswin Nur, sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek BHS. Andra selaku penerima suap dan Taswin pemberi suap.
Andra diduga mengarahkan Angkasa Pura Propertindo untuk menunjuk langsung PT INTI sebagai penggarap proyek BHS. Proyek senilai Rp86 miliar ini dioperasikan oleh Angkasa Pura Propertindo.
Baca: Dirut Angkasa Pura II Diyakini Tahu Suap Proyek BHS
Andra disinyalir mengarahkan Executive General Manager Divisi Airport Maintainance Angkasa Pura II, Marzuki Battung, menyusun spesifikasi teknis terkait proyek tersebut. Padahal, berdasarkan penilaian tim teknis Angkasa Pura Propertindo harga penawaran PT INTI terlalu mahal.
Andra juga diduga mengarahkan Direktur Angkasa Pura Propertindo, Wisnu Raharjo, untuk mempercepat penandatanganan kontrak antara Angkasa Pura Propertindo dan PT INTI. Tujuannya, agar uang muka segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagai modal awal.
Andra selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.
Taswin sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)