Jakarta: Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia, Sumario Heruwindo, dipanggil ulang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa terkait dugaan suap proses pengesahan anggaran proyek satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka korporasi PT Merial Esa," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa, 6 Agustus 2019.
Belum diketahui detail kaitan Sumario dalam kasus ini. Dia tak mengindahkan panggilan penyidik pada Rabu, 3 Juli 2019. Tak ada informasi resmi absennya Sumario dalam pemeriksaan itu.
KPK telah membekukan dana Rp60 miliar dari rekening PT Merial Esa. Langkah ini menjadi bagian dari upaya KPK mengejar keuntungan PT Merial Esa dalam menggarap proyek satelit monitoring di Bakamla.
PT Merial Esa ditetapkan menjadi tersangka, awal Maret 2019. Perusahaan ini diduga memberikan serta menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait dengan proses pengesahan anggaran dalam APBN-P Tahun 2016 untuk Bakamla.
Komisaris PT Merial Esa Erwin Sya'af Arief yang sudah ditetapkan tersangka diduga berkomunikasi dengan anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi. Dia mengupayakan proyek satelit monitoring di Bakamla masuk dalam APBN-P 2016.
Erwin menjanjikan fee tambahan untuk Fayakhun jika berhasil meloloskan permintaannya. Total komitmen fee dalam proyek ini, yaitu 7 persen. Sebanyak 1 persen untuk Fayakhun Andriadi.
Baca: Bos PT CMI Teknologi Rugikan Negara Rp54 Miliar
Sebagai realisasi komitmen fee, Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah memberikan uang kepada Fayakhun Andriadi sebesar USD911.480 atau setara sekitar Rp12 miliar. Fulus dikirim secara bertahap sebanyak empat kali melalui rekening di Singapura dan Guang Zhou China.
PT Merial Esa disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
Jakarta: Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia, Sumario Heruwindo, dipanggil ulang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa terkait dugaan suap proses pengesahan anggaran proyek satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka korporasi PT Merial Esa," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa, 6 Agustus 2019.
Belum diketahui detail kaitan Sumario dalam kasus ini. Dia tak mengindahkan panggilan penyidik pada Rabu, 3 Juli 2019. Tak ada informasi resmi absennya Sumario dalam pemeriksaan itu.
KPK telah membekukan dana Rp60 miliar dari rekening PT Merial Esa. Langkah ini menjadi bagian dari upaya KPK mengejar keuntungan PT Merial Esa dalam menggarap proyek satelit monitoring di Bakamla.
PT Merial Esa ditetapkan menjadi tersangka, awal Maret 2019. Perusahaan ini diduga memberikan serta menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait dengan proses pengesahan anggaran dalam APBN-P Tahun 2016 untuk Bakamla.
Komisaris PT Merial Esa Erwin Sya'af Arief yang sudah ditetapkan tersangka diduga berkomunikasi dengan anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi. Dia mengupayakan proyek satelit monitoring di Bakamla masuk dalam APBN-P 2016.
Erwin menjanjikan
fee tambahan untuk Fayakhun jika berhasil meloloskan permintaannya. Total komitmen
fee dalam proyek ini, yaitu 7 persen. Sebanyak 1 persen untuk Fayakhun Andriadi.
Baca: Bos PT CMI Teknologi Rugikan Negara Rp54 Miliar
Sebagai realisasi komitmen
fee, Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah memberikan uang kepada Fayakhun Andriadi sebesar USD911.480 atau setara sekitar Rp12 miliar. Fulus dikirim secara bertahap sebanyak empat kali melalui rekening di Singapura dan Guang Zhou China.
PT Merial Esa disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)