Jakarta: Mantan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) Jakarta, Jaya ditetapkan sebagai tersangka kasus sengketa tanah di Cakung, Jakarta Timur. Jaya disebut korban Peraturan Menteri (Permen) Agraria dan Tata Ruang (ATR)/BPN Nomor 11 Tahun 2016.
"Jangan sampai ada orang tidak bersalah tetapi dihukum. Saudara Jaya merupakan orang berprestasi di BPN. Saya percaya pihak kepoilisian akan bertindak profesional dan menegakkan progam Presisi Kapolri," kata kuasa hukum Jaya, Erlangga Lubai saat dikonfirmasi, Kamis, 16 Desember 2021.
Erlangga mengatakan Jaya adalah korban Permen ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan. Dalam regulasi itu, penyelesaian kasus pertanahan dilaksanakan secara kolektif kolegial dengan runtutan pelaksanaan mulai kantor pertanahan dan kantor wilayah BPN.
Erlangga menuturkan kasus tanah di Cakung bermula saat Kantor Pertanahan Jakarta Timur menerima beberapa kali pengaduan dari masyarakat bernama Abdul Halim. Warga itu mengeklaim memiliki tanah seluas 77.852 m2 (meter persegi) di Kampung Baru RT.009,RW008, Kecamatan Cakung Barat, Kota Jakarta Timur.
Berdasarkan validasi dan analisa, sertifikat terdaftar atas nama PT Salve Veritate. Selanjutnya, kata Erlangga, Kantor Pertanahan Jakarta Timur melakukan peninjauan ke lokasi yang dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan No.07/BAPL/VI/2019/PM&PP-Jakarta Timur tanggal 17 Juni 2019.
Kemudian, Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Timur mengirim surat permohonan pembatalan sertifikat Nomor 887/600-31.75/VI/2019 tanggal 20 Juni 2019. Proses pembatalan berdasarkan Permen ATR/BPN 11/2016 terhadap 20 Sertifikat Hak Milik (SHM) beserta turunannya (38 sertifikat Hak Guna Bangunan) atas nama PT Salve Veritate seluas 77.852 m2, karena cacat prosedur.
Baca: Pegawai dan Pensiunan BPN Jadi Tersangka Kasus Mafia Tanah
Lalu, menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 13/Pbt/BPN.31/IX/2019 tanggal 30 September 2019 tentang Pembatalan Sertifikat Hak Milik atas nama PT Salve Veritate dengan luas 77.852 m2. Akibatnya, Jaya dicopot dari jabatannya oleh Menteri ATR BPN Sofyan Djalil dan dicap sebagai bagian dari mafia tanah.
Di sisi lain, Erlangga menuding pernyataan juru bicara Kementerian ATR BPN, Taufik, terkait kerugian negara Rp1,4 triliun akibat ulah kliennya itu tidak terbukti. Jaya saat ini menjalani proses hukum atas pelaksanaan Permen ATR/BPN 11/2016.
Kliennya terseret kasus terkait laporan di Kejaksaan Jakarta Timur atas dugaan tindak pidana korupsi berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur Prin-01/M.1.13/Fd.1/01/2021 tanggal 04 Januari 2021.
"Saudara jaya dinyatakan tersangka tetapi telah ditolak berdasarkan putusan praperadilan Nomor 11/Pid.Pra/2021/PN.JKT.Tim karena hanya melaksanakan Permen ATR/BPN 11/2016," ujar Erlangga.
Saat ini mantan Kanwil DKI Jakarta tersebut tengah disidik berdasarkan SP.Sidik/1104.2a/IX/2021 Dittipidum tanggal 3 September 2021. Jaya diduga melakukan tindak pidana korupsi pembatalan 20 SHM beserta turunannya atas nama PT Salve Veritate dan penerbitan SHM Nomor 4931 atas nama Abdul Halim seluas 77.852 m2 di Cakung Barat.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menetapkan sepuluh tersangka dalam kasus mafia tanah di Cakung, Jakarta Timur. Sebanyak delapan tersangka merupakan pegawai BPN, satu tersangka pensiunan pegawai BPN dan warga sipil.
Mereka diduga memberikan keterangan palsu ke dalam akta autentik dan/atau pemalsuan akta autentik dan/atau pemalsuan surat. Para tersangka ialah Yuniarto, Eko Budi Setiawan, Marpungah, Tri Pambudi Harta, Siti Lestari, Taryati, Kanti Wilujeng, pegawai BPN Warsono, pensiunan pegawai BPN Marwan dan warga sipil Maman Suherman.
Andi mengatakan mereka dijadikan tersangka berdasarkan hasil penyelidikan dan gelar perkara. Penyelidikan itu berdasarkan laporan Direktur PT Salve Veritate, RA pada 28 Oktober 2020, dengan nomor laporan polisi LP/B/0613/X/2020/Bareskrim.
"Proses penerbitan SHM Nomor 04931/Cakung L. 77.852 M2 atas nama Abdul Halim yang diduga dilakukan oleh Jaya dkk (mantan Kakanwil BPN DKI Jakarta)," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi, Rabu, 15 Desember 2021.
Jakarta: Mantan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kakanwil BPN) Jakarta, Jaya ditetapkan sebagai tersangka kasus
sengketa tanah di Cakung, Jakarta Timur. Jaya disebut korban Peraturan Menteri (Permen) Agraria dan Tata Ruang (ATR)/BPN Nomor 11 Tahun 2016.
"Jangan sampai ada orang tidak bersalah tetapi dihukum. Saudara Jaya merupakan orang berprestasi di BPN. Saya percaya pihak kepoilisian akan bertindak profesional dan menegakkan progam Presisi Kapolri," kata kuasa hukum Jaya, Erlangga Lubai saat dikonfirmasi, Kamis, 16 Desember 2021.
Erlangga mengatakan Jaya adalah korban Permen ATR/
BPN Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan. Dalam regulasi itu, penyelesaian kasus pertanahan dilaksanakan secara kolektif kolegial dengan runtutan pelaksanaan mulai kantor pertanahan dan kantor wilayah BPN.
Erlangga menuturkan kasus tanah di Cakung bermula saat Kantor Pertanahan Jakarta Timur menerima beberapa kali pengaduan dari masyarakat bernama Abdul Halim. Warga itu mengeklaim memiliki tanah seluas 77.852 m2 (meter persegi) di Kampung Baru RT.009,RW008, Kecamatan Cakung Barat, Kota Jakarta Timur.
Berdasarkan validasi dan analisa, sertifikat terdaftar atas nama PT Salve Veritate. Selanjutnya, kata Erlangga, Kantor Pertanahan Jakarta Timur melakukan peninjauan ke lokasi yang dituangkan dalam Berita Acara Peninjauan No.07/BAPL/VI/2019/PM&PP-Jakarta Timur tanggal 17 Juni 2019.
Kemudian, Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Timur mengirim surat permohonan pembatalan sertifikat Nomor 887/600-31.75/VI/2019 tanggal 20 Juni 2019. Proses pembatalan berdasarkan Permen ATR/BPN 11/2016 terhadap 20 Sertifikat Hak Milik (SHM) beserta turunannya (38 sertifikat Hak Guna Bangunan) atas nama PT Salve Veritate seluas 77.852 m2, karena cacat prosedur.
Baca:
Pegawai dan Pensiunan BPN Jadi Tersangka Kasus Mafia Tanah
Lalu, menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 13/Pbt/BPN.31/IX/2019 tanggal 30 September 2019 tentang Pembatalan Sertifikat Hak Milik atas nama PT Salve Veritate dengan luas 77.852 m2. Akibatnya, Jaya dicopot dari jabatannya oleh Menteri ATR BPN Sofyan Djalil dan dicap sebagai bagian dari mafia tanah.
Di sisi lain, Erlangga menuding pernyataan juru bicara Kementerian ATR BPN, Taufik, terkait kerugian negara Rp1,4 triliun akibat ulah kliennya itu tidak terbukti. Jaya saat ini menjalani
proses hukum atas pelaksanaan Permen ATR/BPN 11/2016.
Kliennya terseret kasus terkait laporan di Kejaksaan Jakarta Timur atas dugaan tindak pidana korupsi berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur Prin-01/M.1.13/Fd.1/01/2021 tanggal 04 Januari 2021.
"Saudara jaya dinyatakan tersangka tetapi telah ditolak berdasarkan putusan praperadilan Nomor 11/Pid.Pra/2021/PN.JKT.Tim karena hanya melaksanakan Permen ATR/BPN 11/2016," ujar Erlangga.
Saat ini mantan Kanwil DKI Jakarta tersebut tengah disidik berdasarkan SP.Sidik/1104.2a/IX/2021 Dittipidum tanggal 3 September 2021. Jaya diduga melakukan tindak pidana korupsi pembatalan 20 SHM beserta turunannya atas nama PT Salve Veritate dan penerbitan SHM Nomor 4931 atas nama Abdul Halim seluas 77.852 m2 di Cakung Barat.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menetapkan sepuluh tersangka dalam kasus mafia tanah di Cakung, Jakarta Timur. Sebanyak delapan tersangka merupakan pegawai BPN, satu tersangka pensiunan pegawai BPN dan warga sipil.
Mereka diduga memberikan keterangan palsu ke dalam akta autentik dan/atau pemalsuan akta autentik dan/atau pemalsuan surat. Para tersangka ialah Yuniarto, Eko Budi Setiawan, Marpungah, Tri Pambudi Harta, Siti Lestari, Taryati, Kanti Wilujeng, pegawai BPN Warsono, pensiunan pegawai BPN Marwan dan warga sipil Maman Suherman.
Andi mengatakan mereka dijadikan tersangka berdasarkan hasil penyelidikan dan gelar perkara. Penyelidikan itu berdasarkan laporan Direktur PT Salve Veritate, RA pada 28 Oktober 2020, dengan nomor laporan polisi LP/B/0613/X/2020/Bareskrim.
"Proses penerbitan SHM Nomor 04931/Cakung L. 77.852 M2 atas nama Abdul Halim yang diduga dilakukan oleh Jaya dkk (mantan Kakanwil BPN DKI Jakarta)," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi, Rabu, 15 Desember 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)