Aktivitas pembuatan tali tambang selambar di pabrik milik Tohadi di Desa Kubangwungu, Kabupaten Brebes, Rabu 1 November 2017. Foto: Metrotvnews.com/Husen Miftahudin
Aktivitas pembuatan tali tambang selambar di pabrik milik Tohadi di Desa Kubangwungu, Kabupaten Brebes, Rabu 1 November 2017. Foto: Metrotvnews.com/Husen Miftahudin

Pelarangan Cantrang Buat Pengusaha Tali Selambar Meradang

Husen Miftahudin • 01 November 2017 16:19
medcom.id, Brebes: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016 tentang Pelarangan Penggunaan Alat Tangkap Ikan Jenis Cantrang membuat nelayan cantrang tak bisa melaut. Industri pendukung pun meradang.
 
Salah satu industri pendukung beroperasinya kapal cantrang adalah pabrik tali tambang selambar. Tali tambang selambar merupakan tali pengikat alat tangkap cantrang yang menghubungkan setiap ujung jaring.
 
Tohadi, pemilik pabrik tali selambar, mengatakan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti itu membuat pendapatannya seret. Lebih dari itu, puluhan karyawannya pun terancam kehilangan pekerjaan.

"Nelayan sudah enggak bisa beroperasi, produksi kami enggak dipakai nelayan cantrang. Ini karena 100 persen produk kami dipakai oleh nelayan cantrang," kata Tohadi di pabriknya, Desa Kubangwungu, Kabupaten Brebes, Rabu 1 November 2017.
 
Sebelum aturan pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang dikeluarkan, Tohadi punya 60 karyawan yang berasal dari lingkungan sekitar pabrik. Kini, dia hanya punya 25 pekerja.
 
Di wilayahnya, ada sekitar 60 pabrik serupa. Setiap mereka punya karyawan antara 60-80 orang. Jumlahnya terus terkikis, bahkan 30 persen pabrik tali tambang selambar di antaranya gulung tikar lantaran sepi pesanan dari nelayan cantrang.
 
"Kami masih ada pesanan untuk dikerjakan seminggu ini. Kalau sudah tidak ada pesanan, kira-kira seminggu, kami bisa tutup juga. Otomatis pekerja diberhentikan," tukasnya.
 
Baca: 258 Nelayan Jepara Terima Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan
 
Sebelum 2015, omzet pabrik tali tambang selambar milik Tohadi mencapai Rp200 juta hingga Rp250 juta per bulan. Kini, omzetnya hanya Rp20 juta sampai Rp25 juta sebulan.
 
"Adanya peraturan (pelarangan penggunaan cantrang) pemerintah ini sangat terasa dampaknya bagi kami. Ini membunuh pengrajin tambang selambar juga," tuturnya.
 
Tohadi meminta pemerintah memikirkan industri pendukung nelayan cantrang seperti pengrajin tali tambang selambar. Sebab, Tohadi masih punya banyak utang di bank untuk mendirikan dan menghidupi pabrik.
 
"Saya pribadi punya pinjaman Rp800 juta. Dalam posisi sekarang, dengan produksi yang sudah sangat memprihatinkan, bagaimana kami mengembalikan (pinjaman) pokoknya? Selama ini kan cuma bayar bunganya. Jadi, saya berharap pemerintah memikirkan dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan pelarangan cantrang," kata Tohadi.
 
Baca: HNSI: Perhatian Pemerintah terhadap Nelayan Cukup Besar
 
‎Larangan penggunaan alat cantrang awalnya diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI. Beleid itu kemudian ditarik dan diganti dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016. Aturan baru itu juga melarang 17 alat tangkap lainnya.
 
Presiden Joko Widodo kemudian mencoba menengahi dengan menelurkan kebijakan penggunaan cantrang hingga 31 Desember 2017. Penggunaan cantrang hanya diizinkan di wilayah operasi tangkap ikan.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan