Jakarta: Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Gubernur Sumatra Selatan (Sumsel) Alex Noerdin sebagai tersangka. Dia terjerat kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel periode 2010-2019.
"Tersangka AN (Alex Noerdin) menyetujui dilakukannya kerja sama PDPDE Sumatra Selatan dengan PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) membentuk PT PDPDE Gas dengan maksud menggunakan PDPDE Sumsel untuk mendapatkan alokasi gas bagian negara," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Kamis, 16 September 2021
Selain Alex, Kejagung menjerat Direktur PT DKLN Muddai Madang yang merangkap sebagai komisaris utama PDPDE Gas sekaligus direktur utama (dirut) PT PDPDE Gas. Ia menerima pembayaran yang tidak sah berupa fee marketing dari PT PDPDE Gas.
Leonard enggan menyebut besaran aliran dana yang diterima Alex maupun Muddai dalam kasus tersebut. Informasi ini dianggap sudah masuk pokok perkara.
Baca: Eks Gubernur Sumsel Alex Noerdin Diperiksa Kejagung
Penyidik menahan keduanya selama 20 hari mulai hari ini. Alex dikurung di Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sedangkan Muddai di Rutan Salemba cabang Kejagung.
Alex dan Maddai dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 dan Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Kejaung telah menetapkan dua tersangka. Mereka ialah mantan Direktur Utama PDPDE Sumsel Caca Isa Saleh S dan Direktur DKLN sekaligus Direktur PT PDPDE Gas A Yaniarsyah Hasan.
Komposisi kepemilikan saham proyek tersebut, yakni 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan 85 persen untuk DKLN. Dari perhitungan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai US$30,194 juta (Rp430 miliar).
Angka itu berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama 2010-2019. Ada juga kerugian lain sebesar US$63.750 (Rp908 juta) dan Rp2,131 miliar sebagai setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan PDPDE Sumsel.
Jakarta: Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus
Kejaksaan Agung (
Kejagung) menetapkan mantan Gubernur Sumatra Selatan (Sumsel) Alex Noerdin sebagai tersangka. Dia terjerat kasus dugaan
korupsi pembelian gas bumi oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel periode 2010-2019.
"Tersangka AN (Alex Noerdin) menyetujui dilakukannya kerja sama PDPDE Sumatra Selatan dengan PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) membentuk PT PDPDE Gas dengan maksud menggunakan PDPDE Sumsel untuk mendapatkan alokasi gas bagian negara," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Kamis, 16 September 2021
Selain Alex, Kejagung menjerat Direktur PT DKLN Muddai Madang yang merangkap sebagai komisaris utama PDPDE Gas sekaligus direktur utama (dirut) PT PDPDE Gas. Ia menerima pembayaran yang tidak sah berupa
fee marketing dari PT PDPDE Gas.
Leonard enggan menyebut besaran aliran dana yang diterima Alex maupun Muddai dalam kasus tersebut. Informasi ini dianggap sudah masuk pokok perkara.
Baca:
Eks Gubernur Sumsel Alex Noerdin Diperiksa Kejagung
Penyidik menahan keduanya selama 20 hari mulai hari ini. Alex dikurung di Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sedangkan Muddai di Rutan Salemba cabang Kejagung.
Alex dan Maddai dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 dan Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Kejaung telah menetapkan dua tersangka. Mereka ialah mantan Direktur Utama PDPDE Sumsel Caca Isa Saleh S dan Direktur DKLN sekaligus Direktur PT PDPDE Gas A Yaniarsyah Hasan.
Komposisi kepemilikan saham proyek tersebut, yakni 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan 85 persen untuk DKLN. Dari perhitungan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai US$30,194 juta (Rp430 miliar).
Angka itu berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama 2010-2019. Ada juga kerugian lain sebesar US$63.750 (Rp908 juta) dan Rp2,131 miliar sebagai setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan PDPDE Sumsel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)